MANAJEMEN PERUBAHAN
PENGERTIAN PERUBAHAN
Pada hakikatnya, kehidupan manusia dan
organisasi selalu bergerak dan diliputi oleh perubahan secara berkelanjutan.
Perubahan terjadi karena lingkungan internal dan eksternal. Perubahan berarti
bahwa kita harus mengubah dalam cara mengerjakan atau berpikir tentang sesuatu.
Perubahan tersebut dapat terjadi pada struktur organisasi, proses mekanisme
kerja, SDM, dan budaya.
Untuk lebih memahami makna perubahan, terdapat
beberapa karakteristik perubahan (Kasali, 2006), yaitu :
a. Bersifat
misterius karena tidak mudah dipegang
b. Memerlukan tokoh
terkenal dalam melakukan perubahan
c. Tidak
semua orang bisa diajak melihat perubahan
d. Perubahan
terjadi setiap saat secara kontinu
e. Ada sisi
lembut dan sisi keras dalam perubahan
f. Membutuhkan
waktu, biaya, dan kekuatan
g. Dibutuhkan upaya
khusus untuk menyentuh nilai dasar/budaya korporat
h. Banyak diwarnai
mitos
i. Perubahan
menimbulkan ekspektasi yang dapat menimbulkan getaran emosi dan
harapan
j. Perubahan
selalu menakutkan yang menimbulkan kepanikan
TUJUAN
PERUBAHAN
Tujuan perubahan di satu sisi untuk memperbaiki
kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan dan
disisi lain, mengupayakan perubahan perilaku karyawan untuk meningkatkan
produktivitasnya. Perubahan harus dilakukan secara hati-hati dengan
mempertimbangkan berbagai hal agar manfaat yang ditimbulkan oleh perubahan
harus lebih besar daripada beban kerugian yang harus ditanggung.
SASARAN
PERUBAHAN
a. Struktur
organisasi
b. Teknologi
c. Pengaturan
tata letak fisik ruang kerja
d. Sumber
daya manusia
e. Proses
f. Budaya
organisasi
PERKEMBANGAN
PERUBAHAN
Perkembangan perubahan organisasional menurut
Corner (1992) diklasifikasikan dalam tiga kelompok berdasarkan tahapan proses
perkembangannya, yaitu sebagai berikut.
1. Introduksi
teknologi baru
Pada awalnya, perubahan ditunjukkan dengan
adanya introduksi teknlogi baru pada sekitar tahun 1980. Perkembangan teknologi
dilakukan terus menerus untuk meningkatkan efisiensi dan dalam banyak hal telah
berhasil mengembangkan perusahaan.
2. Total
quality management (TQM)
TQM dikembangkan antara lain oleh Edward Deming,
yang merupakan usaha dalam keseluruhan organisasi untuk memperbaiki kualitas
produk, proses, SDM, dan lingkungan secara kontinu melalui perubahan struktur,
sistem, praktik, dan sikap untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan
meningkatkan daya saing perusahaan. TQM merupakan keberhasilan
perusahaan-perusahaan jepang, tetapi pada perusahaan barat tidak menunjukkan
keberlanjutan.
3. Business
Process Reengineering (BPR)
BPR merupakan bagian dari TQM yang menjalankan
perubahan secara radikal, dramatis, dan fundamental. Tujuan BPR adalah untuk
perbaikan kinerja organisasi melalui efisiensi dan efektivitas proses bisnis
yang mencakup biaya , mutu, delivery, service, dan speed.
JENIS
DAN TIPOLOGI PERUBAHAN
1. Jenis
Perubahan
a. Perubahan
terencana dan tidak terencana
Perubahan dapat terjadi pada kegiatan yang
bersifat rutin dan kontinu, terutama pada kegiatan yang sifatnya strategic dan
tidak berulang-ulang. Perubahan terencana adalah aktivitas perubahan yang
disengaja/direncanakan dan berorientasi pada tujuan. Sedangkan perubahan tidak
terencana merupakan pergeseran aktivitas organisasional, karena adanya kekuatan
eksternal yang berada di luar kontrol organisasi.
b. Perubahan
inkremental dan fundamental
Perubahan incremental hampir terjadi dengan
sendirinya dan mencakup banyak situasi yang dihadapi manajer. Termasuk
didalamnya metode dan proses kerja, tata letak, produk baru, dan situasi lain
dimana orang melihat kelanjutan dan keadaan lama menuju pada keadaan yang baru.
Perkembangan perubahan inkremental terjadi melalui evolusi, tetapi perubahan
tersebut tidak berarti mudah untuk dilaksanakan atau tidak akan menghadapi
resistensi. Sifat prubahan inkremental dipengaruhi hubungan antara tingkat
urgensi dengan resistensinya.
Perubahan fundamental merupakan perubahan strategic,
visioner dan transformasional. Perubahan ini biasanya besar dan secara dramatis
mempengaruhi operasi masa depan organisasi. Contoh perubahan ini, antara lain
adalah hasil proses reengineering yang mengubah seluruh cara bisnis
beroperasi, mergerdengan organisasi lain, atau pergerakan organisasi ke
dalam aktivitas yang berbeda total.
c. Tempered
radical change
Meyerson (2002) memperkenalkan tempered
radical change. Ia berpendapat bahwa strategi perubahan merupakan suatu
kontinum dari sifatnya sangat pribadi sampai pada sangat umum. Bentuk perubahan
yang terjadi dapat berupa disruptive self-expression, verbal jujitsu,
variable-term opportunism, dan strategic alliance building.
Disruptive self-expression merupakan
ekspresi diri yang ditunjukkan secara pelan-pelan, namun dapat mempengaruhi
orang lain. Kadang-kadang dilakukan secara sederhana, namun secara perlahan
mengubah iklim kerja.
Verbal jujitsu merupakan upaya pembelaan
diri secara lisan untuk mengarahkan perubahan situasi. Orang dapat bereaksi
atas pernyataan yang tidak diinginkan dan mengalihkan menjadi peluang untuk
perubahan yang diharapkan akan diperhatikan orang lain.
Variable-term opportunism merupakan upaya
untuk mengubah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sejak lama dan secara
kreatif membuka peluang baru. Bila diberikan kesempatan kepada bawahan
menyampaikan presentas dihadapan pimpinan, yang biasanya selalu harus dilakukan
sendiri yang merupakan penyimpangan dari kebiasaan.
Strategic alliance building merupakan
perubahan yang dilakukan dengan membangun kerja sama dengan orang lain, untuk
mendapatkan legitimasi, akses sumber daya dan kontrak, bantuan teknis, serta
dukungan emosional.
d. Perubahan
struktural dan siklikal
Dalam perubahan struktural terjadi kenaikan atau
penurunan yang berarti yang menghasilkan perubahan kualitas, sehingga
diperlukan penyesuaian secara kontinu. Sebagai contoh, teknologi komunikasi
makin canggih sehingga tidak mungkin mundur kembali. Perubahan siklikal
mengikuti pola dalam fluktuasinya, kembali secara regular pada tahap
sebelumnya. Sebagai contoh, perubahan mode sifatnya sementara dan suatu saat
akan kembali pada desain lama.
e. Planned
change dan emergent change
Perubahan terencana merupakan perubahan
rutin, berulang-ulang, dan diprediksi dan dikendalikan. Untuk melakukan
perubahan terncana dilakukan empat fase (Wibowo, 2006), yaitu sebagai berikut.
1) Fase
eksplorasi : dalam fase
ini organisasi menggali dan memutuskan untuk membuat perubahan spesifik.
2) Fase
perencanaan : proses perencanaan menyangkut
mengumpulkan informasi untuk mendiagnosis masalahnya, menetukan tujuan
perubahan dan mendesain tindakan yang tepat untuk mencapai tujuan, dan membujuk
pengambil keputusan mencapai tujuan serta mendukung perubahan.
3) Fase tindakan :
implementasi perubahan menyangkut desain untuk menggerakkan organisasi menuju
perubahan, menciptakan pengaturan dalam mengelola proses perubahan dan mendapat
dukungan pelaksanaannya, mengevaluasi implementasi dan umpan balik untuk
penyesuaian serta perbaikan.
4) Fase integrasi :
tahapan ini berkaitan dengan konsolidasi dan stabilisasi perubahan.
Emergent Approach merupakan perubahan
dengan pendekatan darurat memberikan arahan dengan melakukan lima gambaran
organisasi yang dapat mengembangkan keberhasilan perubahan (Wibowo, 2006),
yaitu sebagai berikut.
1) Struktur
organisasi : perubahan struktur menuju pada organisasi
hirarkhi datar dengan lebih banyak delagasi.
2) Budaya
organisasi :
budaya organisasi mencerminkan perilaku, sikap, dan pola piker karyawan dalam
bekerja.
3) Organisasi
pembelajaran : pembelajaran memainkan peran kunci dalam
menyiapkan orang melakukan prubahan atau menolak perubahan.
4) Perilaku
manajerial : dalam perubahan darurat memerlukan perubahan
radikal dalam perilaku manajer.
5) Kekuatan dan
politik : meskipun
advokasi terhadap perubahan darurat cenderung melihat kekuatan dan politik dari
perspektif yang berbeda, mereka semua mengenal arti pentingnya perubahan yang
harus dikelola agar perubahan menjadi efektif.
2. Tipologi
perubahan
Kritner dan Kinicki (2001) mengelompokkan
perubahan ke dalam tiga tipologi, yaitu.
1) Adaptive change merupakan
perubahan yang paling rendah tingkat kompleksitasnya dan ketidakpastiannya.
2) Innovative change memperkenalkan
praktik baru dalam organisasi. Perubahan ini berada di tengah kontinum diukur
dari kompleksitas, biaya dan ketidakpastiannya.
3) Radically innovative
change merupakan jenis perubahan yang paling sulit dilaksanakan, cenderung
paling menakutkan bagi manajer untuk melaksanakan, karena memberikan dampak
kuat pada keamanan kerja karyawan.
C.Hambatan
dan Kegagalan Perubahan
1. Hambatan
Perubahan
a. Demografis
b. Persepsi
terhadap revolusi informasi
c. Lingkungan
dan social
2. Kegagalan
Perubahan
Menurut Hussey (2000), ada sepuluh penyebab
kegagalan dalam melaksnakan perubahan, yaitu sebagai berikut.
a. Implementasi
memerlukan waktu lebih lama daripada yang direncanakan
b. Kebanyakan
masalahnya tidak diidentifikasi sebelumnya
c. Aktivitas
dalam implementasi tidak cukup koordinasi
d. Aktivitas dan
krisis bersaing memecahkan perhatian, sehingga keputusan tidak dilakukan
e. Manajer
kekurangan kapabilitas yang diperlukan untuk melakukan perubahan
f. Pelatihan
dan instruksi yang diberikan kepada bawahan tidak cukup
g. Factor eksternal
yang tidak terkendali berdampak pada implementasi
h. Manajer
departemen tidak cukup memberikan kepemimpinan dan arahan
i. Tugas
pokok implementasi tidak didefinisikan secara rinci
j. Sistem
informasi yang tersedia tidak cukup untuk memonitor implementasi
D.Manajemen
Perubahan
Manajemen perubahan adalah suatu proses
sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang
diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang terkena dampak dari
proses tersebut. Manajemen perubahan ditujukan untuk memberikan solusi bisnis
yang diperlukan secara sukses dengan cara yang terorganisir dan metode, melalui
pengelolaan dampak perubahan pada orang yang terlibat. Pendekatan dalam
manajemen perubahan adalah sebagai berikut.
a. Mengidentifikasikan
objek yang terkena dampak perubahan yang mungkin menolak perubahan
b. Menelusuri
sumber, tipe dan tingkat resistensi perubahan yang mungkin ditemukan
c. Mendesain
strategi yang efektif untuk mengurangi resistensi tersebut
3. Peran dan
Tanggung Jawab Perubahan
Menurut Potts dan LaMarsh (2004), peran utama
dalam menjalankan perubahan adalah sebagai berikut.
a. Change advocates yaitu
orang yang mempunyai gagasan tetapi tidak mempunyai wewenang untuk
melaksanakan.
b. Sponsor, biasanya
adalah direktur atau manajer senior yang sibuk dengan pekerjaan, tetapi
bertanggung jawab dalam menjalankan peran aktif dalam proses perubahan.
c. Change
agents, yaitu yang merencanakan dan mengimplementasikan perubahan atas
namanya sendiri.
d. Targets, yaitu
seseorang yang terkena dampak perubahan. Target termasuk orang diluar
organisasi seperti pelanggan atau pemasok.
e. Stakeholders, yaitu
semua orang yang terlibat dalam perubahan, termasuk semua sponsor, agen
perubahan dan target.
4. Komitmen
Perubahan
a. Persiapan
Fase ini melakukan komitmen terdiri dari contactdan awareness. Usaha
melakukan kontak dalam bentuk rapat, pidato atau memo untuk mendapatkan
kepedulian. Hasil yang mungkin diperoleh dari kepedulian bisa pemahaman atau
kebingungan.
b. Penerimaan
Penerimaan terdiri atas tahapan pemahaman dan
persepsi. Hasil dari pemahaman bisa persepsi positif atau negatif. Persepsi
positif akan mendukung memulai perubahan.
c. Janji (commitment)
Fase ini terdiri dari installation,
adoption, institutionalization, dan internalization.
Resistensi
Perubahan
A. Latar Belakang dan Pengertian Resistensi
Untuk mengatasi resistensi terhadap perubahan,
terlebih dahulu harus dikenali siapa yang menunjukkan sikap menolak perubahan,
kemudian dilakukan komunikasi timbal balik agar bawahan yang menolak perubahan
dapat memahami manfaat dari perubahan dan atasan mengetahui apa yang diharapkan
bawahannya.
Respons orang terhadap perubahan dapat bersifat
negatif atau positif. Respons negatif dilakukan melalui 8 fase, yaitu: (1)
Stabilitas, (2) Tidak bergerak, (3) Penolakan, (4) Kemarahan, (5) Perundingan,
(6) Tertekan, (7) Pengujian, dan (8) Penerimaan.
Sedangkan respons positif berlangsung 5 fase,
yaitu: (1) Perasaan optimis secara diam-diam, (2) Pernyataan pesimis terhadap
perubahan, (3) Tumbuhnya kesadaran bahwa perubahan merupakan realitas, (4)
Keberanian menyatakan optimis terhadap perubahan, (5) Kesediaan turut serta
dalam proses perubahan.
B. Bahaya dan
Tingkatan Resistensi
1. Bahaya
Resistensi
a. Resistensi bersifat menular
b.Resistensi bersifat melumpuhkan
c. Resistensi bersifat merintangi
Tingkatan Resistensi
Tingkatan resistensi dari yang paling lemah
sampai pada paling kuat (Wibowo, 2006) adalah sebagai berikut:
a. Acceptance
Kesediaan menerima perubahan ditunjukkan oleh
sikap antusias, kesediaan bekerja sama, kerja sama di bawah tekanan manajemen,
atau kesediaan menerima perubahan.
b. Indifference
Sikap tidak acuh ditunjukkan oleh sikap apatis,
hilangnya minat bekerja, bekerja dan hanya jika diperintah, serta merosotnya
perilaku karyawan.
c. Passive resistence
Ditunjukan oleh adanya sikap tidak mau bekerja,
melakukan protes, dan melakukan kegiatan sedikit mungkin.
d. Active resistence
Ditunjukkan dengan cara bekerja lambat,
memperpanjang waktu istirahat kerja, meninggalkan pekerjaan, melakukan
kesalahan, mengganggu atau sabotase.
C. Mengatasi Resistensi
1. Teknik
mengatasi resistensi
a. Membentuk dinamika politik
b. Mengidentifikasi dan menetralisasi
penolakan perubahan
c. Mendidik angkatan kerja
d. Mengikutsertakan karyawan pada
usaha perubahan
e. Menghargai perilaku
konstruktif
f. Menciptakan organisasi
pembelajaran
g. Memperhitungkan situasi
2. Strategi
mengatasi perubahan
Menurut Kotter & Schlesinger (1979)
diperlukan 6 strategi yang harus dijalankan, yaitu: (1) Pendidikan dan
komunikas, (2) Pelibatan dan pemberdayaan karyawan, (3) Fasilitas dan dukungan,
(4) Negosiasi dan kesepakatan, (5) Manipulasi dan pemilihan, dan (6) Pemaksaan
eksplisit dan implisit.
A. Model
Perubahan Lewin
Kurt Lewin (1951) mengembangan model perubahan
terencana yang disebut force-field modelyang menekankan kekuatan
penekanan. Model ini dibagi dalam tiga tahap, yang menjelaskan cara-cara
mengambil inisiatif, mengelola dan menstabilkan proses perubahan, yaitu: unfreezing,
changing atau moving danrefreezing.
B. Model
Perubahan Tyagi
Tyagi (2001) beranggapan bahwa model Lewin
tersebut belum lengkap, karena tidak menyangkut beberapa masalah penting.
Beberapa komponen sistem dalam proses perubahan dimulai dengan:
· Adanya
kekuasaan untuk melakukan perubahan
· Mengenal
dan mendefinisikan masalah
· Proses
penyelesaian masalah
· Mengimplimentasikan
perubahan
· Mengukur,
mengevaluasi, dan mengontrol hasilnya.
C. Model
Perubahan Kreitner dan Kinicki
Pendekatan sistem Kreitner dan Kinicki (2001)
merupakan kerangka kerja perubahan organisasional yang terdiri dari tiga
komponen, yaitu:
a) Inputs
Merupakan masukan dan sebagai pendorong bagi
terjadinya proses perubahan. Semua perubahan organisasional harus konsisten
dengan visi, misi, dan rencana strategis.
b) Target element of
change
Mencerminkan elemen di dalam organisasi yang
dalam proses perubahan. Sasaran perubahan diarahkan pada pengaturan organisasi,
penetapan tujuan, faktor sosial, metode, desain kerja dan teknologi, dan aspek
manusia.
c) Outputs
Merupakan hasil akhir yang diinginkan dari suatu
perubahan. Hasil akhir ini harus konsisten dengan rencana strategik.
D. Model
Perubahan Burnes
Burnes (2001) mengemukakan tiga macam model
perubahan organisasional yang dikelompokkan berdasarkan frekuensi dan
besaran perubahan, yaitu:
a. The increamental
model of change
Model ini berpandangan bahwa perubahan merupakan
suatu proses yang berlangsung secara bertahap.
b. The punchtuated
equilibrium model
Model keseimbangan terpotong terjadi bila
aktivitas organisasi menunjukkan stabilitas dalam jangka panjang sehingga
disebut periode equilibrium.
c. The
continuous transformation model
Model transformasi berkelanjutan merupakan model
perubahan yang bertujuan untuk menjaga organisasi agar tetap survive dengan
mengembangkan kemampuan untuk mengubah dirinya secara berkelanjutan.
E.Model Perubahan Conner
a) Daya tahan
(resilience)
b) Sifat perubahan (the
nature of change)
c) Proses perubahan
(process of change)
F. Model
Perubahan Victor Tan
Victor Tan mengintroduksi empat tahapan yang
harus dilalui dalam proses perubahan, yaitu sebagai berikut.
a. Membuka pikiran
b. Menenangkan hati
c. Memungkinkan
tindakan
d. Menghargai
prestasi
G. Model
Perubahan Bridges dan Mitchell
Bridges dan Mitchell (dalam Wibowo, 2006)
berpendapat, bahwa perubahan memerlukan tahapan transisi reorientasi psikologis
yang berlangsung lambat, yaitu melalui tiga proses, sebagai berikut.
a. Saying goodbye
b. Shifting into
neutral
c. Moving
forward
H. Model
Perubahan Kotter
Untuk mengatasi kesalahan, proses perubahan
dilakukan melalui delapan tahap, yaitu sebagai berikut.
a. Menumbuhkan rasa
urgensi,
b. Menciptakan
koalisi pengarahan,
c. Membangin
visi dan strategi,
d. Mengkomunikasikan
visi baru,
e. Melibatkan
dan memberdayakan karyawan secara luas,
f. Membangkitkan
kemenangan jangka pendek,
g. Konsolidasi dan
menghasilkan perubahan, dan
h. Menancapkan
pendekatan baru ke dalam budaya.
I. Model
Perubahan Pasmore
Perubahan menurut Pasmore (1994) berlangsung
dalam delapan tahap, yaitu sebagai berikut.
a. Persiapan
b. Analisis
kekuatan dan kelemahan
c. Mendesain
sub-unit baru
d. Mendesain proyek
e. Mendesain
sistem kerja
f. Mendesain
sistem pendukung
g. Mendesain
mekanisme integratif
h. Implimentasi
perubahan
J. Model Accounting-Turnaround
Model ini diperkenalkan oleh Harlan D. Platt
(1998) yang sangat kental dengan akuntansi dan hukum. Platt membedakan
strategi perubahan ke dalam tiga kelompok, yaitu: transformasi korporat,
turnaround, dan manajemen krisis. Ketiga strategi tersebut dijalankan menurut
kondisi yang berbeda-beda pada keadaan perusahaan yang sedang menurun.
Teori Motivasi
Beckhard dan Harris (dalam Kasali, 2006)
merumuskan teori-teori motivasi untuk berubah. Perubahan akan terjadi bila
ada sejumlah syarat, yaitu:
1. Manfaat-biaya
2. Ketidakpuasan
3. Persepsi hari
esok
4. Cara yang
praktis
Teori Proses Perubahan Manajerial
Beer et al (dalam Kasali, 2006) lewat studinya
menemukan pentingnya melibatkan sedemikian banyak orang dalam perubahan. Inilah
tugas utama dari pemimpin yang intinya adalah bagaimana memperoleh support,
konsensus, dan komitmen. Teori ini mengadopsi pula pentingnya upaya-upaya
mengurangi stres dalam perubahan dan desain pekerjaan yang lebih memuaskan.
Teori Perubahan Alfa, Beta dan Gamma
Teori ini merupakan perkembangan dari teori OD
yang dianjurkan oleh Gollembiewski et al (1976). Salah satu bentuk
intevensi atau pendekatan yang dilakukan dalam OD adalah team-building yang
bertujuan untuk merekatkan nilai-nilai sebuah organisasi, khususnya kepercayaan
dan komitmen.
Perubahan alfa yaitu perubahan kepercayaan yang
terjadi antara suatu dimensi waktu yang stabil sebelum dan sesudah
team-buliding dilakukan. Perubahan beta yaitu perubahan yang terjadi dalam cara
menilai kepercayaan (trust). Sedangkan perubahan gamma yaitu perubahan yang
terjadi karena manusia atau kelompok melihat adanya faktor atau variabel lain
yang lebih penting.
Teori Contingency
Teori ini dikembangkan oleh Tannenbaum dan
Schmid pada tahun 1973 (dalam Kasali, 2006). Keberhasilan menerapkan manajemen
perubahan antara lain sangat ditentukan oleh gaya yang diadopsi oleh manajemen.
Teori ini berpendapat bahwa tingkat keberhasilanpengambilan keputusan sangat
ditentukan oleh sejumlah gaya yang dianut dalam mengelola perubahan. Gaya
dimaksud lebih manyangkut pengambilan keputusan dari implementasinya.
Vroom & Jago (1988) menemukan bahwa tingkat
keberhasilan masing-masing gaya kepemimpinan berkaitan erat dengan sejumlah
kemungkinan (contingencies).
PERUBAHAN SUMBER DAYA MANUSIA
A. Kesiapan
SDM
Pada umumnya, tidak semua SDM memahami akan arti
pentingnya melakukan perubahan. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan
pemahaman terhadap karakter perubahan itu sendiri, apa yang dimaksud perubahan,
mengapa perlu perubahan, dan factor apa yang mendorong perubahan. Sampai di
mana kesiapan untuk melakukan perubahan dan bagaimana mengelola perubahan agar
mencapai tujuan yang diinginkan ?
Perubahan diawali dengan mempersiapkan semua SDM
untuk menerima perubahan, karena manusia menjadi subjek dan objek perubahan
serta mempunyai sifat resisten terhadap perubahan. Karena itu, perubahan SDM
dimulai dengan melaukan pencairan terhadap pola perilaku lama yang cenderung
mempertahankan status quo, untuk diubah agar bersedia menerima pola pikir baru
yang berkembang secara dinamis. Dalam hal tersebut diperlukan pemberdayaan SDM
yang merupakan kebutuhan untuk berlangsungnya proses perubahan.
B. Menjadi
SDM yang cerdas
Orang cerdas memiliki kemampuan melebihi dari
orang lain, yaitu memiliki daya penalaran yang tinggi, bersifat kritis,
dinamis, dan kreatif. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bila dalam
organisasi terdapat orang cerdas, yaitu sebagai berikut.
1. Menghilangkan
pemikiran yang salah
Seringkali pemimpin melakukan kesalahan dalam
melakukan perubahan, karenanya ada lima cara berpikir yang harus dihindari,
yaitu.
a. Hanya orang lain
yang perlu berubah
b. Perubahan harus
dipaksakan
c. Waktu
terbaik adalah pada saat krisis
d. Perubahan untuk
menutupi kinerja buruk
e. Uang
adalah motivator paling efektif
2. Kekuatan
pendorong SDM yang cerdas
Orang cerdas memiliki lima karakteristik yang
mempengaruhi cara berpikir mereka dan bertindak. Kelima karakteristik tersebut
adalah :
a. Berpengalaman
b. Pendidikan
c. Keahlian
d. Prestasi unggul
e. Kemampuan
natural
C. Mencapai
keunggulan
Untuk menjadi SDM yang unggul dalam persaingan
yang ketat, diperlukan berbagai kegiatan yaitu sebagai berikut.
1) Mengembangkan potensi
Untuk mencapai keunggulan, pemimpin
mengembangkan potensi semua orang yang ada di dalam organisasi, dengan
langkah-langkah berikut.
a. Membangun
atribut kunci
b. Membangun
percaya diri
c. Mengambil
risiko
d. Mengembangkan
dorongan
e. Memimpin
dengan efektif
f. Mengejar
keunggulan
2) Memperbaiki
keterampilan
Kinerja seseorang harus senantiasa ditingkatkan
dengan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, selalu belajar mengembangkan
diri, berpikir efektif, memperbaiki memori, memperbaiki kemampuan membaca,
kemampuan menulis dan berbicara lebih lancer.
3) Menjadi lebih efektif
Terdapat sejumlah alat dan teknik untuk
meningkatkan kinerja lebih efektif adalah dengan mendorong kreativitas,
menggunakan waktu yang efisien, menjadi lebih produktif, kemampuan memilih
prioritas, memahami manfaat dan biaya, mengurangi stress, dan mengukur
progress.
4) Mencapai sukses
Sukses melekat pada kemampuan mengelola karir
dengan baik. Untuk mencapai sukses harus dilakukan hal-hal berikut.
a. Mengukur kembali
tujuan
b. Menemukan mentor
c. Melakukan
kontak
d. Berperan sebagai
pemimpin
5) Mempengaruhi orang
lain
Mempengaruhi orang lain agar menerima sudut
pandang, gagasan, dan rencana aksi adalah sangat penting untuk mencapai sukses.
Bila dilakukan negosiasi, harus mempunyai gagasan mengenai hasil optimal yang
diinginkan, hasil yang diharapkan, dan hasil minimal yang dapat diterima.
6) Merencakan ke depan
Merencakan merupakan hasil pemikiran apa yang
diharapkan dapat tercapai dimasa depan.
D. Pelibatan
dan Pemberdayaan Karyawan (PPK)
1. Pengertian
pelibatan dan pemberdayaan karyawan
Pelibatan karyawan adalah suatu proses untuk
mengikutsertakan karyawan pada suatu tingkatan organisasi dalam pembuatan
keputusan dan pemecahan masalah. Sedangkan pemberdayaan adalah pelibatan
karyawan secara signifikan, di mana karyawan diperhatikan, dipertimbangkan, dan
menindaklanjuti masukan karyawan. Pelibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan
perubahan pada falsafah manajemen dengan pendekatan patisipatif adalah suatu
proses untuk menjadikan orang lebih berdaya atau lebih berkemampuan untuk
memcahkan masalahnya sendiri yang dapat membantu menciptakan lingkungan di mana
setiap individu dapat menggukan kemampuan dan energinya untuk meraih tujuan
organisasi.
2. Perlunya PPK
PPK diperlukan karena 2 hal, yaitu : (a)
lingkungan eksternal telah berubah yang penuh ketidakpastian, kompleksitas, dan
perubahan yang tidak diduga, (b) orangnya sudah berubah, dimana SDM menjadi intellectual capital bagi
organisasi dan factor dominan dalam mencapai keberhasilan.
3. Hambatan PPK
Beberapa manajer yang mempunyai kekuasaan
melakukan perubahan tidak peduli atas masalah yang dihadapinya, sedangkan
petugas garis depan memahami persoalannya tidak diberi wewenang untuk
melakukannya. Disamping itu beberapa manajer enggan memberikan wewenang kepada
bawahannya karena merasa dengan PPK akan mengurangi kekuasaannya.
Penolakan manajemen terhadap PPK antara lain
karena lasan ketidakamanan, nilai-nilai pribadi, ego, pelatihan manjemen,
karakteristik kepribadian, keterlibatan para manajer, serta struktur organisasi
dan praktik manajemen.
E. Mengubah
Pola Pikir
Untuk meningkatkan daya saing organisasi,
diperlukan perubahan pola pikir semua orang yang ada di dalam organisasi, yaitu
perubahan sikap dan mindset. Mindset adalah keadaan pikiran yang mempengaruhi
cara seseorang berpikir, merasa, dan bertindak dalam setiap situasi. Mindset
adalah paradigma mental yang dipengaruhi lima komponen, yaitu :
a. Noda gelap (blind
spots)
Adalah di mana seseorang tidak dapat melihat
dengan baik dan jelas mengenai perlunya melakukan perubahan. Blind spot
mencegah orang melihat kelemahan dan kompetensinya.
b. Asumsi
Adalah suatu pandangan atau anggapan yang
dilihat sebagai suatu kebenaran tetapi belum dibuktikan. Beberapa asumsi dibuat
berdasarkan analisis formal, sebagian berdasarkan pandangan kelompok atau
pandangan pemimpin.
c. Puas
dengan diri sendiri (complacency)
Merupakan perasaan aman yang dimiliki seseorang
pada prestasinya. Complacency berbeda dengan satisfaction. Complacency
berakibat mengecilkan prestasi, sedangkan satisfaction meningkatkan prestasi.
d. Kebiasaan
Adalah tindakan yang dilakukan berulang-ulang
tanpa berpikir dan menjadi berakar dalam perilaku seseorang, yang tidak
mengukur tujuan dan manfaat dari tindakannya.
e. Sikap
Adalah persepsi seseorang tentang sesuatu yang
mempengaruhi perilakunya. Sikap adalah komponen penting dalam menetukan pola
piker. Seseorang yang mempunyai sikap positif lebih mampu mencapai perubahan
produktif dan keberhasilan dibandingkan dengan mereka yang bersifat negatif.
PERUBAHAN
ORGANISASIONAL
A. Pengembangan Organisasi
Teori yang cukup
banyak dipakai oleh para konsultan dan akademisi adalah teori yang cenderung intervention. Menurut teori ini,
intervensi pada kedua katagori ini menghasilkan pemenuhan kebutuhan manusia dan
penyelesaian tugas. Hasil studi menunjukkan bahwa pendekatan intervensi
teknostruktur memberikan dampak yang jelas ketimbang domain manusia-proses yang
cenderung abstrak.
Pengembangan
organisasi mencerminkan usaha pengembangan yang berorientasi membuat organisasi
dan anggotanya makin efektif. Ini berarti, pembangunan organisasi merupakan
usaha terencana secara kontinu untuk meningkatkan struktur, prosedur, dan aspek
manusia dalam sistem kerja.
Pengembangan
organisasi adalah usaha terencana, sistematis, terorganisir, dan kolaborasi, di
mana prinsip pengetahuan tentang perilaku dan teori organisasi diaplikasikan
untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang tercermin pada meningkatnya
kesehatan dan vitalitas organisasional, meningkatkan individu dan anggota
kelompok dalam kompetensi dan harga diri, dan makin baiknya masyarakat pada
umumnya.
Pengembangan
organisasi membantu manajer merencanakan perubahan dalam mengorganisir dan
mengelola orang dengan mengembangkan komitmen, kordinasi, dan kompetensi.
Terdapat beberapa teknik pengembangan organisasi (Wibowo, 2006), yaitu sebagai
berikut.
a. Survey
feedback adalah teknik pengembangan
organisasi untuk mengumpulkan informasi tentang masalah dalam organisasi.
Informasi yang terkumpul kemudian dianalisis yang akan digunakan sebagai dasar
dalam melakukan perubahan organisasional.
b. Sensitivity
training merupakn training untuk
meningkatkan wawasan dan pemahaman, dan kepekaan karyawan atas perilaku mereka
dalam melakukan perubahan organisasi dan dampaknya terhadap yang lain.
c.
Team building
adalah para anggota tim mendiskusikan masalah kinerja tim mereka sehingga
masalah spesifik dapat diidentifikasi, ditemukan, direncanakan, dan
diimplementasikan perbaikan kinerja mereka.
d. Quality
of work life programs. Teknik ini dirancang untuk
memperbaiki fungsi organisasional dengan memanusiakan tempat kerja, lebih
partisipatif, dan mengikutsertakan karyawan dalam pembuatan keputusan. Cara lain
untuk memperbaiki quality of work life
disebut quality circles yaitu suatu
cara di mana kelompok kecil secara sukarela bertemu secara reguler untuk
mengidentifikasi dan mengatasi masalah pekerjaan mereka.
e. Management
by objective. Dalam teknik ini, manajer dan
bawahan bekerja bersama menetapkan tujuan dan mencapai tujuan. Langkah-langkah
dalam teknik ini adalah: (a) mengembangkan rencana tindakan bersama, (b)
mengimplementasikan rencana, dan (c) mengevaluasi hasil apakah tujuan telah
tercapai sesuai dengan rencana.
B. Organisasi Pembelajaran
Organisasi
pembelajaran adalah organisasi yang proaktif menciptakan, mendapatkan, dan
mentransfer pengetahuan dan keterampilan untuk mengubah perilakunya. Organisasi
pembelajaran merupakan organisasi yang membangun kapasitas untuk menyesuaikan
dan berubah secara kontinu.
Jika organisasi
pembelajaran melakukan kesalahan, dapat ditempuh dengan dua langkah, yaitu: (1)
melakukan koreksi secara rutin dengan membandingkan antara yang lalu dan
kebijakan sekarang, dan (2) memodifikasi tujuan, kebijakan, dan standar
organisasi.
1. Mengelola pembelajaran
Terdapat beberapa cara yang dapat
dilakukan pemimpin untuk menjadikan organisasi pembelajaran (Wibowo, 2006),
yaitu sebagai berikut.
a. Menciptakan strategi
Menciptakan strategi agar manajemen
mempunyai komitmen yang kuat terhadap perubahan, yaitu melakukan inovasi dan
perbaikan kontinu. Komitmen pemimpin pada strategi melakukan perubahan
merupakan faktor kunci keberhasilan perubahan.
b. Merancang ulang struktur
organisasi
Perancangan ulang struktur
organisasi dilakukan dengan meratakan struktur, membatasi departemen,
mengkombinasi departemen, dan meningkatkan penggunaan tim kerja lintas fungsi,
memperkuat saling ketergantungan, dan menghilangkan batas-batas di antara
karyawan di berbagai devisi. Dengan penataan ulang organisasi, kerja sama makin
baik dengan menerapkan pemberdayaan karyawan.
c. Membentuk budaya organisasi
baru
Budaya organisasi baru dibentuk yang
mempunyai karakteristik suka mengambil resiko, transparan, dan pertumbuhan.
Pemimpin memberikan contoh tindakan dalam pengambilan risiko, dan memberi
kesempatan pada karyawan untuk memperbaiki kesalahan.
2. Proses perubahan
Terdapat empat langkah pembelajaran
yang harus dilalui untuk menjadi organisasi pembelajaran, yaitu sebagai
berikut.
a. Penguasaan pengetahuan dan
keterampilan
Merupakan proses dengan menghimpun
keahlian karyawan untuk menciptakan cadangan pengetahuan yang suatu saat dapat
digunakan.
b. Distribusi informasi
Informasi sebagai basis perubahan
harus didistribusikan dan dipahami mereka yang memerlukannya.
c. Interpretasi informasi
Karena pembelajaran membawa
perubahan yang efektif, maka pengetahuan harus mampu diinterpretasikan secara
tepat.
d. Pengingatan organisasional
Hal ini mencerminkan perlunya wadah
di mana pengetahuan dari sejarah organisasi didokumentasikan, agar dapat
ditarik sebagai pelajaran bila diperlukan untuk memulai perubahan.
C. Karakteristik Organisasi
Pembelajaran
Organisasi pembelajaran memiliki tiga
karakteristik, yaitu sebagai berikut.
Ø Memiliki
gagasan baru yang merupakan persyaratan bagi organisasi pembelajaran.
Organisasi pembelajaran secara aktif menginfus organisasi dengan gagasan dan
informasi baru agar organisasi berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan
internal dan eksternal.
Ø Pengetahuan
baru harus ditransfer ke seluruh organisasi dengan mengurangi struktur, proses,
dan hambatan interpersonal pada berbagai informasi, gagasan, dan pengetahuan di
antara anggota organisasi.
Ø Perilaku
organisasi harus berubah sebagai hasil pengetahuan baru yang berorientasi pada
hasil. Semua orang didorong menggunakan proses dan perilaku baru.
Organisasi harus
mengembangkan kapanilitas pembelajaran yaitu serangkaian kompetensi inti yang
didefinisikan sebagai pengetahuan, dan keterampilan khusus untuk meningkatkan
daya saing organisasi, di mana dapat meningkatkan kepuasan konsumen,
meningkatnya penjualan dan keuntungan.
1. Cara pembelajaran
Terdapat enam cara pembelajaran
utama yang dapat dipergunakan, yaitu sebagai berikut.
a. Pembelajaran analitis
Merupakan pembelajaran melalui
penyatuan sistematis informasi internal dan eksternal. Secara kuantitatif dan
dianalisis dengan sistem format. Tekanan pada cara ini adalah penggunaan logika
deduktif untuk secara numerik menganalisis data objektif.
b. Pembelajaran sintesis
Merupakan pembeljaran yang lebih
intuitif dan generik, mengandung sejumlah informasi kompleks. Dengan
menggunakan pendekatan sistem berusaha mengidentifikasi hubungan antara masalah
dan peluang.
c. Pembelajaran eksperimental
Merupakan pembelajaran dengan eksperimen
dalam melakukan pengujian dengan menggunakan pendekatan rasional.
d. Pembelajaran interaktif
Merupakan pembelajaran dengan
pertukaran informasi yang lebih bersifat intuitif dan induktif.
e. Pembelajaran struktural
Merupakan pembelajaran dengan pendekatan
yang didasarkan pada rutinitas organisasional. Rutinitas orgnisasional
merupakan proses dan prosedur standar yang merinci bagaimana melaksanakan tugas
dan peran, sehingga akan mengerahkan perhatian dan melembagakan standar yang
berlaku.
f. Pembelajaran institusional
Merupakan pembelajaran yang
mencerminkan proses induktif, di mana organisasi memodelkan nilai-nilai,
kepercayaan, dan praktik unggul dari lingkungan eksternal atau dari eksekutif
senior.
2. Resistensi pembelajaran
Orang yang menolak pembelajaran akan
resiten pada pembelajaran, mereka melakukan tiga hal yang menimbulkan masalah
fundamental, yaitu sebagai berikut.
a. Fokus pada fragmentasi daripada
sistem
Fragmentasi menyangkut kecenderungan
memecah masalah, proyek, atau proses menjadi bagian-bagian kecil. Dalam
organisasi, fragmentasi menciptakan tembok fungsional yang memisahkan orang
menjadi kelompok independen yang akhirnya menciptakan spesialis dalam fungsi
tertentu. Hal ini akan membangkitkan kebanggaan fungsi tersebut yang melawan kekuasaan
dan pengawasan sehingga pembelajaran dan kerja sama sesama orang/rekan menjadi
hilang.
b. Menekankan kompetisi di atas
kerja sama
Kompetisi merupakan paradigma, yaitu
cara melihat sesuatau. Paradigma ini berakibat bahwa karyawan bersaing dengan berbagai
orang dengan siapa mereka berkolaborasi untuk mencapai sukses, selanjutnya
menimbulkan tekanan berlebihan dalam melihat kebaikan yang mencegah
pembelajaran, karena orang enggan mengakui bila ia tidak mengetahui sesuatu.
c. Menjadi reaktif daripada
kreatif dan proaktif
Bila kita telah dikondisikan untuk
merespons dan bereaksi terhadap arah dan persetujuan orang lain, hal ini
merusak dorongan intrinsik untuk belajar.
D. Mengubah Strandar Kualitas
Keunggulan
Organisasi harus
selalu mengubah standar kualitas produk dalam periode waktu tertentu, untuk
mencapai kualitas produk yang lebih unggul, sehingga mampu bersaing. Keunggulan
berarti pula melebihi dari standar yang berlaku. Keunggulan merupakan hasil
kerja keras secara kontinu untuk menjadi terbaik dari pesaing. Keunggulan
organisasi ditentukan enam faktor utama, yaitu: orang, kebijakan, proses,
produk, praktik, dan kinerja.
a. Keunggulan orang
Orang yang berkualitas dapat membawa
organisasi menjadi unggul, di mana keunggulan orang adalah mengenai kompetensi
dan komitmennya. Di era digital saat ini, di mana perubahan berlangsung cepat,
maka pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman dapat susut dengan cepat
sehingga harus mengembangkan organisasi pembelajaran di tempat kerja. Untuk
mengembangkan keunggulan orang selain meningkatkan kompetensi, juga mengubah
pola pikir untuk membangun komitmen terhadap tugasnya.
b. Keunggulan kebijakan
Keunggulan kebijakan adalah
pemikiran strategis dan menetapkan arah yang tepat, tidak hanya sekedar
menguntungkan dan berhasil, tetapi juga mampu meningkatkan kinerja dalam jangka
panjang. Keunggulan kebijakan memerlukan pemimpin bergerak di luar pemikrian
operasional. Mereka harus memiliki pemikiran strategis tentang isu yang signifikan,
mempunyai dampak organisasi yang luas dan implikasi jangka panjang bagi
ketahanan organisasi.
c. Keunggulan proses
Keunggulan proses adalah keunggulan
dalam menetapkan proses setiap kegiatan, di mana proses yang unggul ditetapkan
secara efektif, efisien dan berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan sehingga
biayanya jauh lebih rendah daripada pesaing.
d. Keunggulan produk
Keunggulan produk adalah
menghasilkan produk dan jasa yang kualitasnya lebih unggul daripada produk
pesaing dan dapat memberikan kepuasan konsumen yang lebih besar. Terdapat
delapan dimensi yang harusa idperhatikan dalam mencapai kualitas produk/barang,
yaitu: kinerja, tampilan, keterandalan, kesesuaian, daya tahan, estetika,
kemampuan pelayan, dan kualitas yang dirasakan. Sedangkan dimensi kualitas jasa
ada lima, yaitu: kinerja, jaminan, empati, responsif dan tangible.
e. Keunggulan praktik
Keunggulan praktik adalah cara orang
dalam mengerjakannya dan cara orang dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan
lebih unggul daripada perusahaan-perusahaan lainnya di dalam industri.
f. Keunggulan kinerja
Keunggulan kinerja adalah menetapkan
track record. Keunggulan kinerja
hanya dapat dicapai bila perusahaan mampu mengkombinasilan kelima keunggulan di
atas, yaitu keunggulan orang, keunggulan proses, keunggulan kebijakan,
keunggulan produk dan keunggulan praktik.
1. Menciptakan keunggulan
Cara untuk menggali
sarana untuk menciptakan keunggulan adalah dengan mengajukan tiga pertnyaan,
yaitu: (1) dengan cara bagaimana kita
ingin berbeda?, (2) dalam bidang spesifik apa kita ingin menjadi pertama?, (3)
dalam bisnis apa kita ingin menjadi terbaik? Pendekatan yang dilakukan dalam
menciptakan keunggulan, yaitu:
a. Menjadi
berbeda
b. Menjadi
yang pertama
c.
Menjadi terbaik
2. Jalan menuju ke depan
Pada jalan menuju keunggulan dimulai
dengan menetapkan tujuan spesifik keunggulan produk yang pertama atau berbeda.
Lebih spesifik lagi dapat dimulai dengan menjawab beberapa pertanyaan, yaitu
sebagai berikut.
a.
Dengan cara apa kita ingin
organisasi berbeda dalam perspektif konsumen dan pada saat yang sama terlihat
mengusahakan nilai tertinggi?
b.
Produk atau jasa apa yang menjadi
pertama?
c.
Bisnis apa yang ingin dikenal
menjadi yang terbaik?
Setelah
menetapkan tujuan spesifik, kemudian mendefinisikan strategi spesifik yang
harus dilakukan, untuk dapat menjadi pertama, menjadi terbaik atau menjadi
berbeda.
PERUBAHAN
BUDAYA ORGANISASI
A. Transformasi Nilai Budaya
Organisasi
1. Pengertian dan tujuan budaya
organisasi
Budaya organisasi adalah
norma-norma perilaku, sosial dan moral yang mendasari setiap tindakan dalam
organisasi dan dibentuk oleh kepercayaan, sikap, dan prioritas para anggotanya,
merupakan norma yang terdiri dari keyakinan, sikap, core values, dan pola perilaku orang dalam organisasi. Keyakinan
adalah semua asumsi dan persepsi tentang sesuatu, orang dan organisasi secara
keseluruhan, dan diterima sebagai sesuatu yang benar. Core values adalah nilai-nilai dominan yang diterima di seluruh
organisaasi, sedangkan pola perilaku adalah cara orang bertindak terhadap orang
lainnya. Suatu organisasi dengan keyakinan atas potensi orangnya dan core values atas penghargaan, akan
mempunyai pola perilaku yang baik dan yang diinginkan.
Tujuan keberadaan budaya suatu
organisasi adalah melengkapi para anggotanya dengan rasa (identitas) organisasi
dan menimbulkan komitmen terhadap nilai-nilai yang dianut organisasi. Budaya
organisasi menjadi acuan bersama dalam melakukan interaksi dalam organisasi.
Budaya organisasi adalah bagaimana orang merasakan tentang pekerjaan yang baik
dan apa yang membuat orang bekerja bersama secara kompak dan harmoni. Budaya
organisasi merupakan perekat bagi semua hal di dalam organisasi.
Budaya korporat terdiri atas
dua lapisan. Lapisan pertama disebut visible
artifacts, (identitas korporat), yaitu lapisan yang dapat dilihat secara
kasat mata meliputi cara orang berprilaku, bericara, berdandan, serta
simbol-simbol seperti logo perusahaan, lambang merek, slogan, ritual,
figur-figur hero, bahasa dan cerita-cerita yang sering dibicarakan para
anggota. Lapisan kedua yang lebih dalam disebut budaya yang tidak tampak secara
kasatmata, yang terdiri atas nilai-nilai pokok, filosofi, asumsi, kepercayaan,
sejarah korporat, dan proses berpikir dalam organisasi.
2. Fungsi dan dinamika budaya
organisasi
Menurut Robbin S (2003) budaya
organisasi mempunyai empat fungsi organisasi, yaitu: (a) budaya mempunyai suatu
peran pembeda dengan organisasi atau perusahaan lain, (b) membawa suatu rasa
identitas bagi anggota-anggota organisasi, (c) mempermudah timbulnya
pertumbuhan komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan
individual, dan (d) kemampuan pada sistem sosial.
Dalam hubungannya dengan aspek
sosial, kebudayaan berfungsi sebagai perekat sosial yang membantu mempersatukan
suatu organisasi dengan memberikan standar-standar yang tepat terhadap apa yang
harus dikatakan dan dilakukan para karyawan. Akhirnya, budaya berfungsi sebagai
mekanisme yang membuat makna dan kendala yang memandu dan membentuk sikap serta
perilaku karyawan (Gordon, 1988 dalam Kasali, 2006).
3. Nilai-nilai laten bawaan
Selama masa transisi, sangat
mungkin budaya suatu institusi terkontaminasi oleh nilai-nilai yang datang,
baik secara alamiah sebagai akibat dari proses transformasi itu sendiri, maupun
datang secara liar. Deal & Kennedy (1998) mencatat, setidaknya ada tujuh
budaya negatif yang mengkontaminasi organisasi pada masa transisi, yaitu:
budaya ketakutan, budaya menyangkal, budaya kepentingan pribadi, budaya mencela,
budaya tidak percaya, budaya anomi, dan budaya mengedepankan kelompok. Ketujuh
budaya negatif tersebut akan menghapuskan atau mengurangi karakter positif para
pengikut institusi, seperti nilai-nilai komitmen, kebersamaan, dan loyalitas.
Tips untuk menghapus atau
mengurangi ketakutan dalam melakukan transformasi nilai-nilai, adalah sebagai
berikut.
a.
Berikan transformasi melalui
keterlibatan mereka dalam merumuskan informasi, bukan dengan mengkomunikasikan
perubahan satu arah.
b.
Bairkan para anggota mengkonfrontasi
isu secara terbuka dan menumbuhkan suasana saling percaya.
c.
Ciptakan suasana terbuka dan
komunikasikan dengan jelas setiap langkah yang diambil.
d.
Berikan kompensasi yang adil pada
pihak-pihak yang kalah.
e.
Ciptakan kemenangan jangka pendek
dan berikan penghargaan.
f.
Berikan fasilitas mengatasi
ketakutan yaitu dengan shop, akses, konseling, kelas relaksasi, dan
lain-lainya.
4. Karakteristik budaya organisasi
Menurut Charles Hampden-Tunner
(1992, dalam Kasali,2006), pengertian tentang beberapa karakteristik budaya
korporat, yaitu:
Ø dibentuk
oleh keyakinan individu-individu korporat,
Ø mencerminkan
aspirasi anggota-anggotanya,
Ø memiliki
sosiodinamika,
Ø memiliki
konsekuensi,
Ø sulit
dipahami,
Ø membentuk
identitas, memperkuat image, positioning, dan pencapaian tujuan,
Ø menuntut
keseimbangan nilai-nilai,
Ø belajar
dan pola berpikir serta berproses,
Ø membentuk
hubungan sinergi, dan
Ø terdiri
atas subkultur.
Menurut
Robbin S (2003), ada tujuh karakteristik budaya organisasi, yaitu:
Ø inovasi
dan keberanian mengambil resiko,
Ø mempunyai
perhatian secara detil,
Ø berorientasi
kepada hasil,
Ø berorientasi
kepada manusia,
Ø berorientasi
tim,
Ø agresif,
dan
Ø stabil.
5. Manfaat budaya organisasi
Terdapat beberapa manfaat
budaya organisasi, yaitu membantu mengarahkan SDM pada pencapaian visi, misi,
dan tujuan organisasi. selain itu, akan meningkatkan kekompakkan tim antar
berbagai departemen, divisi atau unit dalam organisasi, sehingga mampu menjadi
perekat yang mengikat orang dalam organisasi.
Budaya organisasi membentuk
perilaku staf dengan mendorong untuk mengkombinasikan core values dan perilaku yang diinginkan, sehingga memungkinkan
organisasi bekerja dengan lebih efisien dan efektif, meningkatkan konsistensi,
menyelesaikan konflik dan memfasilitasi kordinasi dan kontrol. Budaya
organisasi akan meningkatkan motivasi staf dengan memberi mereka perasaan memiliki,
loyalitas, kepercayaan dan nilai-nilai, serta mendorong mereka berfikir
positif, sehingga dapat memaksimalkan potensi mereka dan memenangkan kompetisi.
Budaya organisasi dapat memperbaiki perilaku dan motivasi SDM agar dapat
meningkatkan kinerja mereka dan kinerja organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi.
B. Menyatukan Nilai Subkultural
Pada masa transisi,
manusia pada suatu institusi mengalami tekanan, rasa takut, cemas, dan tidak
percaya, sehingga dapat merenggangkan ikatan suatu institusi. akibat yang
menonjol adalah nilai perlawanan dan ikatan yang kuat pada subkultur, bukan
pada keseluruhan institusi.
1. Perubahan tidak berbentuk
linear
Dalam suatu proses transformasi
nilai, kita tidak hanya akan berhadapan satu atau dua orang/kelompok melainkan
puluhan kelompok. Beberpa kelompok mendukung, tapi lainnya menolak bahkan
enggan menerima. akan banyak konsekuensi tak terduga yang akan terbaca selama
proses berlangsung.
2. Merajut nilai subkultural
menjadi budaya korporat
Output
dari pemotretan subkultur adalah sebuah dokumen yang kaya dengan informasi dan
cerita yang mengandung nilai-nilai dari setiap subkultural. Semua itu dapat
digali dari berbagai sisi, yaitu dari riset, observasi, dialog, penggalian
sejarah, dali sebagainya. Masalahnya sekarang adalah bagaimana menyatukan
nilai-nilai yang masih dominan dalam setiap subkultur.
C. Memperkuat Budaya Baru
Mengubah budaya
korporat pada dasarnya mengubah kebiasaan yaitu bagaimana pekerjaan
diselesaikan dalam suatu institusi, dan bila berhasil akan memperoleh komitmen
baru, empowerment SDM, dan ikatan
yang lebih kuat antara institusi dengan pelanggannya.
1. Budaya disiplin
Untuk menjadi perusahaan hebat
bukan hanya dibutuhkan budaya korporat melainkan juga budaya disiplin. ada tiga
pilar utama yang membentuk budaya disiplin, yaitu:
a.
discipline people, yaitu manusia
yang diseleksi dan ditempatkan dengan baik,
b.
discipline action, yaitu strategi yang
diimplementasikan dengan benar, dan
c.
discipline thought, yaitumengikat
kerja bukan hanya dengan disiplin melainkan juga budaya disiplin.
2. Budaya berprestasi
Budaya berprestasi mendorong
semua orang dalam organisasi berprestasi dan menghargai kinerja seseorang.
Pemimpin harus menjelaskan dan mengkomunikasikan visi dan tujuan organisasi
yang harus dicapai. Budaya berprestasi lebih berorientasi pada pekerjaan yang
dilakukan, bukan peran.
Individu didorong dan dimotivasi
oleh antusiasme akan pekerjaan, dinilai dan dihargai atas prestasinya.
Kolaborasi terjadi dan pekerja didorong untuk berpikir dengan menggunakan
cara-cara baru dalam bekerja. Peraturan dan kebijakan selalu direview, sehingga konsultasi terjadi
pada semua tingkat.
3. Intervensi melalui OD
OD (Organization Development)
adalah teknik dari perilaku untuk menciptakan lingkungan pembelajaran melalui
upaya peningkatan kepercayaan, konfrontasi terbuka terhadap permasalahan,
pelibatan dan pemberdayaan karyawan, berbagi pengetahuan dan informasi, desain
pekerjaan yang lebih bermakna, kerja sama dan kolaborasi antar tim, serta
pendayagunaan potensi manusia seluruhnya. Beberapa teknik yang
dikembangkandalam OD, yaitu sebagai berikut.
a. Intervensi kelompok
Intervensi Tim dilakukan di sela
program tahunan untuk membuka mata dan mengajak para eksekutif untuk terlibat
dalam perumusan rencana yang menyenangkan.
b. Teambuilding
Teambuilding
adalah sebuah kegiatan experiental
yang didesain untuk menstimulasi daya rekat tim. Nilai dasar yang dipupuk dalam
tim dan diterima dengan menyenangkan akan membantu percepatan proses
pembentukan bilai-nilai baru.
c. Aktivitas antardepartemen
Budaya korporat yang ditanamkan
secara ketat tidak efektif. Mereka berdialog antardepartemen tenang masalah
yang dihadapi dan bagaimana mengatasinya.
4. Menghadapi pukulan balik budaya
Charles Hampden-Turner (1992)
(dalam Kasali, 2006) memperkenalkan dua kenyataan yang dihadapi dalam mengubah
budaya korporat, yaitu lingkaran setan (vicious
circle) dan lingkaran balik (vituous
circle) yang merupakan pukulan balik budaya.
a.
Lingkaran setan
Lingkaran setan
merupakan arah gerakan/lingkaran perubahan nilai-nilai yang berakibat memukul
balik ke tempat semula. misalnya, penerapan P4 (Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila) setelah reformasi 1998 ternyata hilang begitu saja. Mengacu pada hasil studi Charles Handy
(1987), ia menemukan empat jenis budaya korporat, yaitu masing-masing nama
dewa-dewa Junani, seperti berikut ini.
Budaya Apolo
adalah budaya yang dikontrol kuat oleh hierarki, sangat formal, dan
tersentralisasi yang berwujud sangat birokratik dan mekanistik.
Budaya Zeus
diibaratkan sebagai laba-laba yang membentuk jaring-jaring dengan ia sendiri
berada di pusatnya, di mana budaya ini dibentuk oleh kekuasaan sentralisasi.
Namun karena karakternya informal, ia membiarkan dirinya dikelilingi oleh
kolega yang tidak tersusun dalam hierarki melainkan organik, misalnya
perusahaan tua yang masih dikendalikan oleh pendirinya seperti jaring
laba-laba.
Budaya Athena
adalah budaya yang cenderung formal, tetapi desentralisasi. Mereka cenderung
bekerja disiplin, tetapi berorientasi pada output (tugas) yang harus dikerjakan
secara kelompok.
Budaya Dyonisius
dibentuk oleh lingkungan kerja yang informal dan desentralisasi, yang menuntut
kreativitas tinggi, kerja sama tim, dan biasanya terdiri dari kumpulan ahli
yang cenderung otonom.
b.
Gelombang Lingkaran Balik
Dalam menghadapai
lingkaran balik, diperlukan rekonsiliasi dan berdamai dengan berbagai pihak
terutama pada kelompok penentang. Organisasi harus membangun nilai-nilai baru
dengan cara-cara baru, yaitu melalui jalan lingkaran balik. Cara ini disebut
sebagai sistem mandiri (self-balancing
dan self-connecting), karena nilai-nilai dan pandangan yang saling
bertentangan (formal-informal, sentralisasi-desentralisasi) tetap diberi ruang
untuk saling mengisi dan mengoreksi. Bila proses ini bisa berjalan dengan baik,
maka suatu ketika akan dihadapi situasi yang paradoksial, yaitu tingkat
aktivitas informal meningkat, tetapi aturan-aturan dan koordinasi antara
unit-unit yang otonom itu cenderung makin terformalisasi.
5. Implementasi transformasi
nilai-nilai
Transformasi nilai budaya
adalah bentuk perubahan yang sangat sulit, sangat mendasaar, butuh banyak
waktu, tetapi merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan perubahan.
Oleh karena itu, proses perubahan budaya akan membawa hasil, bila ada hal-hal
sebagai berikut.
a.
Kepemimpinan yang kuat.
b.
Mendapat dukungan dari bawahan.
c.
Komunikasi yang jelas.
d.
Komitmen para pemimpin/manajer