Minggu, 27 Oktober 2013

BAB 7


MANAJEMEN PERUBAHAN

PENGERTIAN PERUBAHAN
Pada hakikatnya, kehidupan manusia dan organisasi selalu bergerak dan diliputi oleh perubahan secara berkelanjutan. Perubahan terjadi karena lingkungan internal dan eksternal. Perubahan berarti bahwa kita harus mengubah dalam cara mengerjakan atau berpikir tentang sesuatu. Perubahan tersebut dapat terjadi pada struktur organisasi, proses mekanisme kerja, SDM, dan budaya.
Untuk lebih memahami makna perubahan, terdapat beberapa karakteristik perubahan (Kasali, 2006), yaitu :
a.     Bersifat misterius karena tidak mudah dipegang
b.     Memerlukan tokoh terkenal dalam melakukan perubahan
c.      Tidak semua orang bisa diajak melihat perubahan
d.     Perubahan terjadi setiap saat secara kontinu
e.      Ada sisi lembut dan sisi keras dalam perubahan
f.       Membutuhkan waktu, biaya, dan kekuatan
g.     Dibutuhkan upaya khusus untuk menyentuh nilai dasar/budaya korporat
h.     Banyak diwarnai mitos
i.       Perubahan menimbulkan ekspektasi yang dapat menimbulkan getaran emosi dan harapan
j.       Perubahan selalu menakutkan yang menimbulkan kepanikan

TUJUAN PERUBAHAN
Tujuan perubahan di satu sisi untuk memperbaiki kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan dan disisi lain, mengupayakan perubahan perilaku karyawan untuk meningkatkan produktivitasnya. Perubahan harus dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan berbagai hal agar manfaat yang ditimbulkan oleh perubahan harus lebih besar daripada beban kerugian yang harus ditanggung.

SASARAN PERUBAHAN
a.     Struktur organisasi
b.     Teknologi
c.      Pengaturan tata letak fisik ruang kerja
d.      Sumber daya manusia
e.      Proses
f.       Budaya organisasi

PERKEMBANGAN PERUBAHAN
Perkembangan perubahan organisasional menurut Corner (1992) diklasifikasikan dalam tiga kelompok berdasarkan tahapan proses perkembangannya, yaitu sebagai berikut.
1.     Introduksi teknologi baru
Pada awalnya, perubahan ditunjukkan dengan adanya introduksi teknlogi baru pada sekitar tahun 1980. Perkembangan teknologi dilakukan terus menerus untuk meningkatkan efisiensi dan dalam banyak hal telah berhasil mengembangkan perusahaan.

2.     Total quality management (TQM)
TQM dikembangkan antara lain oleh Edward Deming, yang merupakan usaha dalam keseluruhan organisasi untuk memperbaiki kualitas produk, proses, SDM, dan lingkungan secara kontinu melalui perubahan struktur, sistem, praktik, dan sikap untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan meningkatkan daya saing perusahaan. TQM merupakan keberhasilan perusahaan-perusahaan jepang, tetapi pada perusahaan barat tidak menunjukkan keberlanjutan.

3.     Business Process Reengineering (BPR)
BPR merupakan bagian dari TQM yang menjalankan perubahan secara radikal, dramatis, dan fundamental. Tujuan BPR adalah untuk perbaikan kinerja organisasi melalui efisiensi dan efektivitas proses bisnis yang mencakup biaya , mutu, delivery, service, dan speed.

JENIS DAN TIPOLOGI PERUBAHAN
1.     Jenis Perubahan
a.     Perubahan terencana dan tidak terencana
Perubahan dapat terjadi pada kegiatan yang bersifat rutin dan kontinu, terutama pada kegiatan yang sifatnya strategic dan tidak berulang-ulang. Perubahan terencana adalah aktivitas perubahan yang disengaja/direncanakan dan berorientasi pada tujuan. Sedangkan perubahan tidak terencana merupakan pergeseran aktivitas organisasional, karena adanya kekuatan eksternal yang berada di luar kontrol organisasi.
b.     Perubahan inkremental dan fundamental
Perubahan incremental hampir terjadi dengan sendirinya dan mencakup banyak situasi yang dihadapi manajer. Termasuk didalamnya metode dan proses kerja, tata letak, produk baru, dan situasi lain dimana orang melihat kelanjutan dan keadaan lama menuju pada keadaan yang baru. Perkembangan perubahan inkremental terjadi melalui evolusi, tetapi perubahan tersebut tidak berarti mudah untuk dilaksanakan atau tidak akan menghadapi resistensi. Sifat prubahan inkremental dipengaruhi hubungan antara tingkat urgensi dengan resistensinya.
Perubahan fundamental merupakan perubahan strategic, visioner dan transformasional. Perubahan ini biasanya besar dan secara dramatis mempengaruhi operasi masa depan organisasi. Contoh perubahan ini, antara lain adalah hasil proses reengineering yang mengubah seluruh cara bisnis beroperasi, mergerdengan organisasi lain, atau pergerakan organisasi ke dalam aktivitas yang berbeda total.
c.      Tempered radical change
Meyerson (2002) memperkenalkan tempered radical change. Ia berpendapat bahwa strategi perubahan merupakan suatu kontinum dari sifatnya sangat pribadi sampai pada sangat umum. Bentuk perubahan yang terjadi dapat berupa disruptive self-expression, verbal jujitsu, variable-term opportunism, dan strategic alliance building.
Disruptive self-expression merupakan ekspresi diri yang ditunjukkan secara pelan-pelan, namun dapat mempengaruhi orang lain. Kadang-kadang dilakukan secara sederhana, namun secara perlahan mengubah iklim kerja.
Verbal jujitsu merupakan upaya pembelaan diri secara lisan untuk mengarahkan perubahan situasi. Orang dapat bereaksi atas pernyataan yang tidak diinginkan dan mengalihkan menjadi peluang untuk perubahan yang diharapkan akan diperhatikan orang lain.
Variable-term opportunism merupakan upaya untuk mengubah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sejak lama dan secara kreatif membuka peluang baru. Bila diberikan kesempatan kepada bawahan menyampaikan presentas dihadapan pimpinan, yang biasanya selalu harus dilakukan sendiri yang merupakan penyimpangan dari kebiasaan.
Strategic alliance building merupakan perubahan yang dilakukan dengan membangun kerja sama dengan orang lain, untuk mendapatkan legitimasi, akses sumber daya dan kontrak, bantuan teknis, serta dukungan emosional.

d.     Perubahan struktural dan siklikal
Dalam perubahan struktural terjadi kenaikan atau penurunan yang berarti yang menghasilkan perubahan kualitas, sehingga diperlukan penyesuaian secara kontinu. Sebagai contoh, teknologi komunikasi makin canggih sehingga tidak mungkin mundur kembali. Perubahan siklikal mengikuti pola dalam fluktuasinya, kembali secara regular pada tahap sebelumnya. Sebagai contoh, perubahan mode sifatnya sementara dan suatu saat akan kembali pada desain lama.

e.      Planned change dan emergent change
Perubahan terencana merupakan perubahan rutin, berulang-ulang, dan diprediksi dan dikendalikan. Untuk melakukan perubahan terncana dilakukan empat fase (Wibowo, 2006), yaitu sebagai berikut.
1)    Fase eksplorasi         : dalam fase ini organisasi menggali dan memutuskan untuk membuat perubahan spesifik.
2)    Fase perencanaan      : proses perencanaan menyangkut mengumpulkan informasi untuk mendiagnosis masalahnya, menetukan tujuan perubahan dan mendesain tindakan yang tepat untuk mencapai tujuan, dan membujuk pengambil keputusan mencapai tujuan serta mendukung perubahan.
3)    Fase tindakan  : implementasi perubahan menyangkut desain untuk menggerakkan organisasi menuju perubahan, menciptakan pengaturan dalam mengelola proses perubahan dan mendapat dukungan pelaksanaannya, mengevaluasi implementasi dan umpan balik untuk penyesuaian serta perbaikan.
4)    Fase integrasi  : tahapan ini berkaitan dengan konsolidasi dan stabilisasi perubahan.

Emergent Approach merupakan perubahan dengan pendekatan darurat memberikan arahan dengan melakukan lima gambaran organisasi yang dapat mengembangkan keberhasilan perubahan (Wibowo, 2006), yaitu sebagai berikut.
1)    Struktur organisasi   : perubahan struktur menuju pada organisasi hirarkhi datar dengan lebih banyak delagasi.
2)    Budaya organisasi              : budaya organisasi mencerminkan perilaku, sikap, dan pola piker karyawan dalam bekerja.
3)    Organisasi pembelajaran    : pembelajaran memainkan peran kunci dalam menyiapkan orang melakukan prubahan atau menolak perubahan.
4)    Perilaku manajerial   : dalam perubahan darurat memerlukan perubahan radikal dalam perilaku manajer.
5)    Kekuatan dan politik          : meskipun advokasi terhadap perubahan darurat cenderung melihat kekuatan dan politik dari perspektif yang berbeda, mereka semua mengenal arti pentingnya perubahan yang harus dikelola agar perubahan menjadi efektif.

2.     Tipologi perubahan
Kritner dan Kinicki (2001) mengelompokkan perubahan ke dalam tiga tipologi, yaitu.
1)    Adaptive change merupakan perubahan yang paling rendah tingkat kompleksitasnya dan ketidakpastiannya.
2)    Innovative change memperkenalkan praktik baru dalam organisasi. Perubahan ini berada di tengah kontinum diukur dari kompleksitas, biaya dan ketidakpastiannya.
3)    Radically innovative change merupakan jenis perubahan yang paling sulit dilaksanakan, cenderung paling menakutkan bagi manajer untuk melaksanakan, karena memberikan dampak kuat pada keamanan kerja karyawan.


C.Hambatan dan Kegagalan Perubahan
1.     Hambatan Perubahan
a.     Demografis
b.     Persepsi terhadap revolusi informasi
c.      Lingkungan dan social


2.     Kegagalan Perubahan
Menurut Hussey (2000), ada sepuluh penyebab kegagalan dalam melaksnakan perubahan, yaitu sebagai berikut.
a.     Implementasi memerlukan waktu lebih lama daripada yang direncanakan
b.     Kebanyakan masalahnya tidak diidentifikasi sebelumnya
c.      Aktivitas dalam implementasi tidak cukup koordinasi
d.     Aktivitas dan krisis bersaing memecahkan perhatian, sehingga keputusan tidak dilakukan
e.      Manajer kekurangan kapabilitas yang diperlukan untuk melakukan perubahan
f.       Pelatihan dan instruksi yang diberikan kepada bawahan tidak cukup
g.     Factor eksternal yang tidak terkendali berdampak pada implementasi
h.     Manajer departemen tidak cukup memberikan kepemimpinan dan arahan
i.       Tugas pokok implementasi tidak didefinisikan secara rinci
j.       Sistem informasi yang tersedia tidak cukup untuk memonitor implementasi

D.Manajemen Perubahan
Manajemen perubahan adalah suatu proses sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana  dan sumber daya yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang terkena dampak dari proses tersebut. Manajemen perubahan ditujukan untuk memberikan solusi bisnis yang diperlukan secara sukses dengan cara yang terorganisir dan metode, melalui pengelolaan dampak perubahan pada orang yang terlibat. Pendekatan dalam manajemen perubahan adalah sebagai berikut.
a.     Mengidentifikasikan objek yang terkena dampak perubahan yang mungkin menolak perubahan
b.     Menelusuri sumber, tipe dan tingkat resistensi perubahan yang mungkin ditemukan
c.      Mendesain strategi yang efektif untuk mengurangi resistensi tersebut


3.     Peran dan Tanggung Jawab Perubahan
Menurut Potts dan LaMarsh (2004), peran utama dalam menjalankan perubahan adalah sebagai berikut.
a.     Change advocates yaitu orang yang mempunyai gagasan tetapi tidak mempunyai wewenang untuk melaksanakan.
b.     Sponsor, biasanya adalah direktur atau manajer senior yang sibuk dengan pekerjaan, tetapi bertanggung jawab dalam menjalankan peran aktif dalam proses perubahan.
c.      Change agents, yaitu yang merencanakan dan mengimplementasikan perubahan atas namanya sendiri.
d.     Targets, yaitu seseorang yang terkena dampak perubahan. Target termasuk orang diluar organisasi seperti pelanggan atau pemasok.
e.      Stakeholders, yaitu semua orang yang terlibat dalam perubahan, termasuk semua sponsor, agen perubahan dan target.

4.     Komitmen Perubahan
a.     Persiapan
Fase ini melakukan komitmen terdiri dari contactdan awareness. Usaha melakukan kontak dalam bentuk rapat, pidato atau memo untuk mendapatkan kepedulian. Hasil yang mungkin diperoleh dari kepedulian bisa pemahaman atau kebingungan.

b.     Penerimaan
Penerimaan terdiri atas tahapan pemahaman dan persepsi. Hasil dari pemahaman bisa persepsi positif atau negatif. Persepsi positif akan mendukung memulai perubahan.

c.      Janji (commitment)
Fase ini terdiri dari installation, adoption, institutionalization, dan internalization.

Resistensi Perubahan

A. Latar Belakang dan Pengertian Resistensi
Untuk mengatasi resistensi terhadap perubahan, terlebih dahulu harus dikenali siapa yang menunjukkan sikap menolak perubahan, kemudian dilakukan komunikasi timbal balik agar bawahan yang menolak perubahan dapat memahami manfaat dari perubahan dan atasan mengetahui apa yang diharapkan bawahannya.
Respons orang terhadap perubahan dapat bersifat negatif atau positif. Respons negatif dilakukan melalui 8 fase, yaitu: (1) Stabilitas, (2) Tidak bergerak, (3) Penolakan, (4) Kemarahan, (5) Perundingan, (6) Tertekan, (7) Pengujian, dan (8) Penerimaan.
Sedangkan respons positif berlangsung 5 fase, yaitu: (1) Perasaan optimis secara diam-diam, (2) Pernyataan pesimis terhadap perubahan, (3) Tumbuhnya kesadaran bahwa perubahan merupakan realitas, (4) Keberanian menyatakan optimis terhadap perubahan, (5) Kesediaan turut serta dalam proses perubahan.

B.     Bahaya dan Tingkatan Resistensi
1.       Bahaya Resistensi
a. Resistensi bersifat menular
b.Resistensi bersifat melumpuhkan
c. Resistensi bersifat merintangi

Tingkatan Resistensi
Tingkatan resistensi dari yang paling lemah sampai pada paling kuat (Wibowo, 2006) adalah sebagai berikut:
a.   Acceptance
Kesediaan menerima perubahan ditunjukkan oleh sikap antusias, kesediaan bekerja sama, kerja sama di bawah tekanan manajemen, atau kesediaan menerima perubahan.
b.  Indifference
Sikap tidak acuh ditunjukkan oleh sikap apatis, hilangnya minat bekerja, bekerja dan hanya jika diperintah, serta merosotnya perilaku karyawan.
c.   Passive resistence
Ditunjukan oleh adanya sikap tidak mau bekerja, melakukan protes, dan melakukan kegiatan sedikit mungkin.
d.  Active resistence
Ditunjukkan dengan cara bekerja lambat, memperpanjang waktu istirahat kerja, meninggalkan pekerjaan, melakukan kesalahan, mengganggu atau sabotase.

C.     Mengatasi Resistensi
1.       Teknik mengatasi resistensi
a.   Membentuk dinamika politik
b.  Mengidentifikasi dan menetralisasi penolakan perubahan
c.   Mendidik angkatan kerja
d.  Mengikutsertakan karyawan pada usaha perubahan
e.   Menghargai perilaku konstruktif
f.    Menciptakan organisasi pembelajaran
g.   Memperhitungkan situasi

2.       Strategi mengatasi perubahan
Menurut Kotter & Schlesinger (1979) diperlukan 6 strategi yang harus dijalankan, yaitu: (1) Pendidikan dan komunikas, (2) Pelibatan dan pemberdayaan karyawan, (3) Fasilitas dan dukungan, (4) Negosiasi dan kesepakatan, (5) Manipulasi dan pemilihan, dan (6) Pemaksaan eksplisit dan implisit.

A.            Model Perubahan Lewin
Kurt Lewin (1951) mengembangan model perubahan terencana yang disebut force-field modelyang menekankan kekuatan penekanan. Model ini dibagi dalam tiga tahap, yang menjelaskan cara-cara mengambil inisiatif, mengelola dan menstabilkan proses perubahan, yaitu: unfreezing, changing atau moving danrefreezing.
B.       Model Perubahan Tyagi
Tyagi (2001) beranggapan bahwa model Lewin tersebut belum lengkap, karena tidak menyangkut beberapa masalah penting. Beberapa komponen sistem dalam proses perubahan dimulai dengan:
·        Adanya kekuasaan untuk melakukan perubahan
·        Mengenal dan mendefinisikan masalah
·        Proses penyelesaian masalah
·        Mengimplimentasikan perubahan
·        Mengukur, mengevaluasi, dan mengontrol hasilnya.

C.       Model Perubahan Kreitner dan Kinicki
Pendekatan sistem Kreitner dan Kinicki (2001) merupakan kerangka kerja perubahan organisasional yang terdiri dari tiga komponen, yaitu:
a)    Inputs             
Merupakan masukan dan sebagai pendorong bagi terjadinya proses perubahan. Semua perubahan organisasional harus konsisten dengan visi, misi, dan rencana strategis.  
b)    Target element of change
Mencerminkan elemen di dalam organisasi yang dalam proses perubahan. Sasaran perubahan diarahkan pada pengaturan organisasi, penetapan tujuan, faktor sosial, metode, desain kerja dan teknologi, dan aspek manusia.
c)     Outputs
Merupakan hasil akhir yang diinginkan dari suatu perubahan. Hasil akhir ini harus konsisten dengan rencana strategik.

D.      Model Perubahan Burnes
Burnes (2001) mengemukakan tiga macam model perubahan organisasional yang dikelompokkan berdasarkan frekuensi dan besaran perubahan, yaitu:
a.     The increamental model of change        
Model ini berpandangan bahwa perubahan merupakan suatu proses yang berlangsung secara bertahap.
b.     The punchtuated equilibrium model
Model keseimbangan terpotong terjadi bila aktivitas organisasi menunjukkan stabilitas dalam jangka panjang sehingga disebut periode equilibrium.
c.      The continuous transformation model
Model transformasi berkelanjutan merupakan model perubahan yang bertujuan untuk menjaga organisasi agar tetap survive dengan mengembangkan kemampuan untuk mengubah dirinya secara berkelanjutan.

E.Model Perubahan Conner
a)     Daya tahan (resilience)
b)    Sifat perubahan (the nature of change)
c)     Proses perubahan (process of change)

F.       Model Perubahan Victor Tan
Victor Tan mengintroduksi empat tahapan yang harus dilalui dalam proses perubahan, yaitu sebagai berikut.
a.     Membuka pikiran
b.     Menenangkan hati
c.      Memungkinkan tindakan
d.     Menghargai prestasi
         
G.       Model Perubahan Bridges dan Mitchell
Bridges dan Mitchell (dalam Wibowo, 2006) berpendapat, bahwa perubahan memerlukan tahapan transisi reorientasi psikologis yang berlangsung lambat, yaitu melalui tiga proses, sebagai berikut.
a.     Saying goodbye
b.     Shifting into neutral
c.      Moving forward

H.            Model Perubahan Kotter
Untuk mengatasi kesalahan, proses perubahan dilakukan melalui delapan tahap, yaitu sebagai berikut.
a.     Menumbuhkan rasa urgensi,
b.     Menciptakan koalisi pengarahan,
c.      Membangin visi dan strategi,
d.     Mengkomunikasikan visi baru,
e.      Melibatkan dan memberdayakan karyawan secara luas,
f.       Membangkitkan kemenangan jangka pendek,
g.     Konsolidasi dan menghasilkan perubahan, dan
h.     Menancapkan pendekatan baru ke dalam budaya.
I.        Model Perubahan Pasmore
Perubahan menurut Pasmore (1994) berlangsung dalam delapan tahap, yaitu sebagai berikut.
a.     Persiapan
b.     Analisis kekuatan dan kelemahan
c.      Mendesain sub-unit baru
d.     Mendesain proyek
e.      Mendesain sistem kerja
f.       Mendesain sistem pendukung
g.     Mendesain mekanisme integratif
h.     Implimentasi perubahan

J.       Model Accounting-Turnaround
Model ini diperkenalkan oleh Harlan D. Platt (1998) yang sangat kental dengan akuntansi dan hukum. Platt membedakan strategi perubahan ke dalam tiga kelompok, yaitu: transformasi korporat, turnaround, dan manajemen krisis. Ketiga strategi tersebut dijalankan menurut kondisi yang berbeda-beda pada keadaan perusahaan yang sedang menurun.

Teori Motivasi
Beckhard dan Harris (dalam Kasali, 2006) merumuskan teori-teori motivasi untuk berubah. Perubahan akan terjadi bila ada sejumlah syarat, yaitu:
1.     Manfaat-biaya
2.     Ketidakpuasan
3.     Persepsi hari esok
4.     Cara yang praktis

Teori Proses Perubahan Manajerial
Beer et al (dalam Kasali, 2006) lewat studinya menemukan pentingnya melibatkan sedemikian banyak orang dalam perubahan. Inilah tugas utama dari pemimpin yang intinya adalah bagaimana memperoleh support, konsensus, dan komitmen. Teori ini mengadopsi pula pentingnya upaya-upaya mengurangi stres dalam perubahan dan desain pekerjaan yang lebih memuaskan.

Teori Perubahan Alfa, Beta dan Gamma
Teori ini merupakan perkembangan dari teori OD yang dianjurkan oleh Gollembiewski et al (1976).  Salah satu bentuk intevensi atau pendekatan yang dilakukan dalam OD adalah team-building yang bertujuan untuk merekatkan nilai-nilai sebuah organisasi, khususnya kepercayaan dan komitmen.
Perubahan alfa yaitu perubahan kepercayaan yang terjadi antara suatu dimensi waktu yang stabil sebelum dan sesudah team-buliding dilakukan. Perubahan beta yaitu perubahan yang terjadi dalam cara menilai kepercayaan (trust). Sedangkan perubahan gamma yaitu perubahan yang terjadi karena manusia atau kelompok melihat adanya faktor atau variabel lain yang lebih penting.

Teori Contingency
Teori ini dikembangkan oleh Tannenbaum dan Schmid pada tahun 1973 (dalam Kasali, 2006). Keberhasilan menerapkan manajemen perubahan antara lain sangat ditentukan oleh gaya yang diadopsi oleh manajemen. Teori ini berpendapat bahwa tingkat keberhasilanpengambilan keputusan sangat ditentukan oleh sejumlah gaya yang dianut dalam mengelola perubahan. Gaya dimaksud lebih manyangkut pengambilan keputusan dari implementasinya.
Vroom & Jago (1988) menemukan bahwa tingkat keberhasilan masing-masing gaya kepemimpinan berkaitan erat dengan sejumlah kemungkinan (contingencies).

PERUBAHAN SUMBER DAYA MANUSIA
A.         Kesiapan SDM
Pada umumnya, tidak semua SDM memahami akan arti pentingnya melakukan perubahan. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan pemahaman terhadap karakter perubahan itu sendiri, apa yang dimaksud perubahan, mengapa perlu perubahan, dan factor apa yang mendorong perubahan. Sampai di mana kesiapan untuk melakukan perubahan dan bagaimana mengelola perubahan agar mencapai tujuan yang diinginkan ?
Perubahan diawali dengan mempersiapkan semua SDM untuk menerima perubahan, karena manusia menjadi subjek dan objek perubahan serta mempunyai sifat resisten terhadap perubahan. Karena itu, perubahan SDM dimulai dengan melaukan pencairan terhadap pola perilaku lama yang cenderung mempertahankan status quo, untuk diubah agar bersedia menerima pola pikir baru yang berkembang secara dinamis. Dalam hal tersebut diperlukan pemberdayaan SDM yang merupakan kebutuhan untuk berlangsungnya proses perubahan.

B.               Menjadi SDM yang cerdas
Orang cerdas memiliki kemampuan melebihi dari orang lain, yaitu memiliki daya penalaran yang tinggi, bersifat kritis, dinamis, dan kreatif. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bila dalam organisasi terdapat orang cerdas, yaitu sebagai berikut.

1.     Menghilangkan pemikiran yang salah  
Seringkali pemimpin melakukan kesalahan dalam melakukan perubahan, karenanya ada lima cara berpikir yang harus dihindari, yaitu.
a.     Hanya orang lain yang perlu berubah
b.     Perubahan harus dipaksakan
c.      Waktu terbaik adalah pada saat krisis
d.     Perubahan untuk menutupi kinerja buruk
e.      Uang adalah motivator paling efektif

2.     Kekuatan pendorong SDM yang cerdas
Orang cerdas memiliki lima karakteristik yang mempengaruhi cara berpikir mereka dan bertindak. Kelima karakteristik tersebut adalah :
a.     Berpengalaman
b.     Pendidikan
c.      Keahlian
d.     Prestasi unggul
e.      Kemampuan natural

C.     Mencapai keunggulan
Untuk menjadi SDM yang unggul dalam persaingan yang ketat, diperlukan berbagai kegiatan yaitu sebagai berikut.
1)    Mengembangkan potensi
Untuk mencapai keunggulan, pemimpin mengembangkan potensi semua orang yang ada di dalam organisasi, dengan langkah-langkah berikut.
a.     Membangun atribut kunci
b.     Membangun percaya diri
c.      Mengambil risiko
d.     Mengembangkan dorongan
e.      Memimpin dengan efektif
f.       Mengejar keunggulan
2)    Memperbaiki keterampilan
Kinerja seseorang harus senantiasa ditingkatkan dengan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, selalu belajar mengembangkan diri, berpikir efektif, memperbaiki memori, memperbaiki kemampuan membaca, kemampuan menulis dan berbicara lebih lancer.
3)    Menjadi lebih efektif
Terdapat sejumlah alat dan teknik untuk meningkatkan kinerja lebih efektif adalah dengan mendorong kreativitas, menggunakan waktu yang efisien, menjadi lebih produktif, kemampuan memilih prioritas, memahami manfaat dan biaya, mengurangi stress, dan mengukur progress.
4)    Mencapai sukses
Sukses melekat pada kemampuan mengelola karir dengan baik. Untuk mencapai sukses harus dilakukan hal-hal berikut.
a.     Mengukur kembali tujuan
b.     Menemukan mentor
c.      Melakukan kontak
d.     Berperan sebagai pemimpin
5)    Mempengaruhi orang lain
Mempengaruhi orang lain agar menerima sudut pandang, gagasan, dan rencana aksi adalah sangat penting untuk mencapai sukses. Bila dilakukan negosiasi, harus mempunyai gagasan mengenai hasil optimal yang diinginkan, hasil yang diharapkan, dan hasil minimal yang dapat diterima.
6)    Merencakan ke depan
Merencakan merupakan hasil pemikiran apa yang diharapkan dapat tercapai dimasa depan.

D.               Pelibatan dan Pemberdayaan Karyawan (PPK)
1.     Pengertian pelibatan dan pemberdayaan karyawan
Pelibatan karyawan adalah suatu proses untuk mengikutsertakan karyawan pada suatu tingkatan organisasi dalam pembuatan keputusan dan pemecahan masalah. Sedangkan pemberdayaan adalah pelibatan karyawan secara signifikan, di mana karyawan diperhatikan, dipertimbangkan, dan menindaklanjuti masukan karyawan. Pelibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan perubahan pada falsafah manajemen dengan pendekatan patisipatif adalah suatu proses untuk menjadikan orang lebih berdaya atau lebih berkemampuan untuk memcahkan masalahnya sendiri yang dapat membantu menciptakan lingkungan di mana setiap individu dapat menggukan kemampuan dan energinya untuk meraih tujuan organisasi.
2.     Perlunya PPK
PPK diperlukan karena 2 hal, yaitu : (a) lingkungan eksternal telah berubah yang penuh ketidakpastian, kompleksitas, dan perubahan yang tidak diduga, (b) orangnya sudah berubah, dimana SDM menjadi intellectual capital bagi organisasi dan factor dominan dalam mencapai keberhasilan.
3.     Hambatan PPK
Beberapa manajer yang mempunyai kekuasaan melakukan perubahan tidak peduli atas masalah yang dihadapinya, sedangkan petugas garis depan memahami persoalannya tidak diberi wewenang untuk melakukannya. Disamping itu beberapa manajer enggan memberikan wewenang kepada bawahannya karena merasa dengan PPK akan mengurangi kekuasaannya.
Penolakan manajemen terhadap PPK antara lain karena lasan ketidakamanan, nilai-nilai pribadi, ego, pelatihan manjemen, karakteristik kepribadian, keterlibatan para manajer, serta struktur organisasi dan praktik manajemen.

E.          Mengubah Pola Pikir
Untuk meningkatkan daya saing organisasi, diperlukan perubahan pola pikir semua orang yang ada di dalam organisasi, yaitu perubahan sikap dan mindset. Mindset adalah keadaan pikiran yang mempengaruhi cara seseorang berpikir, merasa, dan bertindak dalam setiap situasi. Mindset adalah paradigma mental yang dipengaruhi lima komponen, yaitu :
a.     Noda gelap (blind spots)
Adalah di mana seseorang tidak dapat melihat dengan baik dan jelas mengenai perlunya melakukan perubahan. Blind spot mencegah orang melihat kelemahan dan kompetensinya.
b.     Asumsi
Adalah suatu pandangan atau anggapan yang dilihat sebagai suatu kebenaran tetapi belum dibuktikan. Beberapa asumsi dibuat berdasarkan analisis formal, sebagian berdasarkan pandangan kelompok atau pandangan pemimpin.
c.      Puas dengan diri sendiri (complacency)
Merupakan perasaan aman yang dimiliki seseorang pada prestasinya. Complacency berbeda dengan satisfaction. Complacency berakibat mengecilkan prestasi, sedangkan satisfaction meningkatkan prestasi.
d.     Kebiasaan
Adalah tindakan yang dilakukan berulang-ulang tanpa berpikir dan menjadi berakar dalam perilaku seseorang, yang tidak mengukur tujuan dan manfaat dari tindakannya.
e.      Sikap
Adalah persepsi seseorang tentang sesuatu yang mempengaruhi perilakunya. Sikap adalah komponen penting dalam menetukan pola piker. Seseorang yang mempunyai sikap positif lebih mampu mencapai perubahan produktif dan keberhasilan dibandingkan dengan mereka yang bersifat negatif.

PERUBAHAN ORGANISASIONAL
A.   Pengembangan Organisasi
Teori yang cukup banyak dipakai oleh para konsultan dan akademisi adalah teori yang cenderung intervention. Menurut teori ini, intervensi pada kedua katagori ini menghasilkan pemenuhan kebutuhan manusia dan penyelesaian tugas. Hasil studi menunjukkan bahwa pendekatan intervensi teknostruktur memberikan dampak yang jelas ketimbang domain manusia-proses yang cenderung abstrak.
Pengembangan organisasi mencerminkan usaha pengembangan yang berorientasi membuat organisasi dan anggotanya makin efektif. Ini berarti, pembangunan organisasi merupakan usaha terencana secara kontinu untuk meningkatkan struktur, prosedur, dan aspek manusia dalam sistem kerja.
Pengembangan organisasi adalah usaha terencana, sistematis, terorganisir, dan kolaborasi, di mana prinsip pengetahuan tentang perilaku dan teori organisasi diaplikasikan untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang tercermin pada meningkatnya kesehatan dan vitalitas organisasional, meningkatkan individu dan anggota kelompok dalam kompetensi dan harga diri, dan makin baiknya masyarakat pada umumnya.
Pengembangan organisasi membantu manajer merencanakan perubahan dalam mengorganisir dan mengelola orang dengan mengembangkan komitmen, kordinasi, dan kompetensi. Terdapat beberapa teknik pengembangan organisasi (Wibowo, 2006), yaitu sebagai berikut.
a.  Survey feedback adalah teknik pengembangan organisasi untuk mengumpulkan informasi tentang masalah dalam organisasi. Informasi yang terkumpul kemudian dianalisis yang akan digunakan sebagai dasar dalam melakukan perubahan organisasional.
b.  Sensitivity training merupakn training untuk meningkatkan wawasan dan pemahaman, dan kepekaan karyawan atas perilaku mereka dalam melakukan perubahan organisasi dan dampaknya terhadap yang lain.
c.    Team building adalah para anggota tim mendiskusikan masalah kinerja tim mereka sehingga masalah spesifik dapat diidentifikasi, ditemukan, direncanakan, dan diimplementasikan perbaikan kinerja mereka.
d.  Quality of work life programs. Teknik ini dirancang untuk memperbaiki fungsi organisasional dengan memanusiakan tempat kerja, lebih partisipatif, dan mengikutsertakan karyawan dalam pembuatan keputusan. Cara lain untuk memperbaiki quality of work life disebut quality circles yaitu suatu cara di mana kelompok kecil secara sukarela bertemu secara reguler untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah pekerjaan mereka.
e.     Management by objective. Dalam teknik ini, manajer dan bawahan bekerja bersama menetapkan tujuan dan mencapai tujuan. Langkah-langkah dalam teknik ini adalah: (a) mengembangkan rencana tindakan bersama, (b) mengimplementasikan rencana, dan (c) mengevaluasi hasil apakah tujuan telah tercapai sesuai dengan rencana.

B.    Organisasi Pembelajaran
Organisasi pembelajaran adalah organisasi yang proaktif menciptakan, mendapatkan, dan mentransfer pengetahuan dan keterampilan untuk mengubah perilakunya. Organisasi pembelajaran merupakan organisasi yang membangun kapasitas untuk menyesuaikan dan berubah secara kontinu.
Jika organisasi pembelajaran melakukan kesalahan, dapat ditempuh dengan dua langkah, yaitu: (1) melakukan koreksi secara rutin dengan membandingkan antara yang lalu dan kebijakan sekarang, dan (2) memodifikasi tujuan, kebijakan, dan standar organisasi.

1.  Mengelola pembelajaran
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan pemimpin untuk menjadikan organisasi pembelajaran (Wibowo, 2006), yaitu sebagai berikut.
a.  Menciptakan strategi
Menciptakan strategi agar manajemen mempunyai komitmen yang kuat terhadap perubahan, yaitu melakukan inovasi dan perbaikan kontinu. Komitmen pemimpin pada strategi melakukan perubahan merupakan faktor kunci keberhasilan perubahan.
b.  Merancang ulang struktur organisasi
Perancangan ulang struktur organisasi dilakukan dengan meratakan struktur, membatasi departemen, mengkombinasi departemen, dan meningkatkan penggunaan tim kerja lintas fungsi, memperkuat saling ketergantungan, dan menghilangkan batas-batas di antara karyawan di berbagai devisi. Dengan penataan ulang organisasi, kerja sama makin baik dengan menerapkan pemberdayaan karyawan.
c.    Membentuk budaya organisasi baru
Budaya organisasi baru dibentuk yang mempunyai karakteristik suka mengambil resiko, transparan, dan pertumbuhan. Pemimpin memberikan contoh tindakan dalam pengambilan risiko, dan memberi kesempatan pada karyawan untuk memperbaiki kesalahan.

2. Proses perubahan
Terdapat empat langkah pembelajaran yang harus dilalui untuk menjadi organisasi pembelajaran, yaitu sebagai berikut.
a.  Penguasaan pengetahuan dan keterampilan
Merupakan proses dengan menghimpun keahlian karyawan untuk menciptakan cadangan pengetahuan yang suatu saat dapat digunakan.
b.  Distribusi informasi
Informasi sebagai basis perubahan harus didistribusikan dan dipahami mereka yang memerlukannya.
c.    Interpretasi informasi
Karena pembelajaran membawa perubahan yang efektif, maka pengetahuan harus mampu diinterpretasikan secara tepat.
d.  Pengingatan organisasional
Hal ini mencerminkan perlunya wadah di mana pengetahuan dari sejarah organisasi didokumentasikan, agar dapat ditarik sebagai pelajaran bila diperlukan untuk memulai perubahan.
C.    Karakteristik Organisasi Pembelajaran
Organisasi pembelajaran memiliki tiga karakteristik, yaitu sebagai berikut.
Ø Memiliki gagasan baru yang merupakan persyaratan bagi organisasi pembelajaran. Organisasi pembelajaran secara aktif menginfus organisasi dengan gagasan dan informasi baru agar organisasi berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan internal dan eksternal.
Ø Pengetahuan baru harus ditransfer ke seluruh organisasi dengan mengurangi struktur, proses, dan hambatan interpersonal pada berbagai informasi, gagasan, dan pengetahuan di antara anggota organisasi.
Ø Perilaku organisasi harus berubah sebagai hasil pengetahuan baru yang berorientasi pada hasil. Semua orang didorong menggunakan proses dan perilaku baru.

Organisasi harus mengembangkan kapanilitas pembelajaran yaitu serangkaian kompetensi inti yang didefinisikan sebagai pengetahuan, dan keterampilan khusus untuk meningkatkan daya saing organisasi, di mana dapat meningkatkan kepuasan konsumen, meningkatnya penjualan dan keuntungan.
1.  Cara pembelajaran
Terdapat enam cara pembelajaran utama yang dapat dipergunakan, yaitu sebagai berikut.
a.  Pembelajaran analitis
Merupakan pembelajaran melalui penyatuan sistematis informasi internal dan eksternal. Secara kuantitatif dan dianalisis dengan sistem format. Tekanan pada cara ini adalah penggunaan logika deduktif untuk secara numerik menganalisis data objektif.
b.  Pembelajaran sintesis
Merupakan pembeljaran yang lebih intuitif dan generik, mengandung sejumlah informasi kompleks. Dengan menggunakan pendekatan sistem berusaha mengidentifikasi hubungan antara masalah dan peluang.
c.    Pembelajaran eksperimental
Merupakan pembelajaran dengan eksperimen dalam melakukan pengujian dengan menggunakan pendekatan rasional.
d.  Pembelajaran interaktif
Merupakan pembelajaran dengan pertukaran informasi yang lebih bersifat intuitif dan induktif.
e.   Pembelajaran struktural
Merupakan pembelajaran dengan pendekatan yang didasarkan pada rutinitas organisasional. Rutinitas orgnisasional merupakan proses dan prosedur standar yang merinci bagaimana melaksanakan tugas dan peran, sehingga akan mengerahkan perhatian dan melembagakan standar yang berlaku.
f.     Pembelajaran institusional
Merupakan pembelajaran yang mencerminkan proses induktif, di mana organisasi memodelkan nilai-nilai, kepercayaan, dan praktik unggul dari lingkungan eksternal atau dari eksekutif senior.


2. Resistensi pembelajaran
Orang yang menolak pembelajaran akan resiten pada pembelajaran, mereka melakukan tiga hal yang menimbulkan masalah fundamental, yaitu sebagai berikut.
a.  Fokus pada fragmentasi daripada sistem
Fragmentasi menyangkut kecenderungan memecah masalah, proyek, atau proses menjadi bagian-bagian kecil. Dalam organisasi, fragmentasi menciptakan tembok fungsional yang memisahkan orang menjadi kelompok independen yang akhirnya menciptakan spesialis dalam fungsi tertentu. Hal ini akan membangkitkan kebanggaan fungsi tersebut yang melawan kekuasaan dan pengawasan sehingga pembelajaran dan kerja sama sesama orang/rekan menjadi hilang.
b.  Menekankan kompetisi di atas kerja sama
Kompetisi merupakan paradigma, yaitu cara melihat sesuatau. Paradigma ini berakibat bahwa karyawan bersaing dengan berbagai orang dengan siapa mereka berkolaborasi untuk mencapai sukses, selanjutnya menimbulkan tekanan berlebihan dalam melihat kebaikan yang mencegah pembelajaran, karena orang enggan mengakui bila ia tidak mengetahui sesuatu.
c.    Menjadi reaktif daripada kreatif dan proaktif
Bila kita telah dikondisikan untuk merespons dan bereaksi terhadap arah dan persetujuan orang lain, hal ini merusak dorongan intrinsik untuk belajar.

D.   Mengubah Strandar Kualitas Keunggulan
Organisasi harus selalu mengubah standar kualitas produk dalam periode waktu tertentu, untuk mencapai kualitas produk yang lebih unggul, sehingga mampu bersaing. Keunggulan berarti pula melebihi dari standar yang berlaku. Keunggulan merupakan hasil kerja keras secara kontinu untuk menjadi terbaik dari pesaing. Keunggulan organisasi ditentukan enam faktor utama, yaitu: orang, kebijakan, proses, produk, praktik, dan kinerja.
a.     Keunggulan orang
Orang yang berkualitas dapat membawa organisasi menjadi unggul, di mana keunggulan orang adalah mengenai kompetensi dan komitmennya. Di era digital saat ini, di mana perubahan berlangsung cepat, maka pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman dapat susut dengan cepat sehingga harus mengembangkan organisasi pembelajaran di tempat kerja. Untuk mengembangkan keunggulan orang selain meningkatkan kompetensi, juga mengubah pola pikir untuk membangun komitmen terhadap tugasnya.
b.     Keunggulan kebijakan
Keunggulan kebijakan adalah pemikiran strategis dan menetapkan arah yang tepat, tidak hanya sekedar menguntungkan dan berhasil, tetapi juga mampu meningkatkan kinerja dalam jangka panjang. Keunggulan kebijakan memerlukan pemimpin bergerak di luar pemikrian operasional. Mereka harus memiliki pemikiran strategis tentang isu yang signifikan, mempunyai dampak organisasi yang luas dan implikasi jangka panjang bagi ketahanan organisasi.
c.      Keunggulan proses
Keunggulan proses adalah keunggulan dalam menetapkan proses setiap kegiatan, di mana proses yang unggul ditetapkan secara efektif, efisien dan berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan sehingga biayanya jauh lebih rendah daripada pesaing.
d.     Keunggulan produk
Keunggulan produk adalah menghasilkan produk dan jasa yang kualitasnya lebih unggul daripada produk pesaing dan dapat memberikan kepuasan konsumen yang lebih besar. Terdapat delapan dimensi yang harusa idperhatikan dalam mencapai kualitas produk/barang, yaitu: kinerja, tampilan, keterandalan, kesesuaian, daya tahan, estetika, kemampuan pelayan, dan kualitas yang dirasakan. Sedangkan dimensi kualitas jasa ada lima, yaitu: kinerja, jaminan, empati, responsif dan tangible.
e.     Keunggulan praktik
Keunggulan praktik adalah cara orang dalam mengerjakannya dan cara orang dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan lebih unggul daripada perusahaan-perusahaan lainnya di dalam industri.
f.       Keunggulan kinerja
Keunggulan kinerja adalah menetapkan track record. Keunggulan kinerja hanya dapat dicapai bila perusahaan mampu mengkombinasilan kelima keunggulan di atas, yaitu keunggulan orang, keunggulan proses, keunggulan kebijakan, keunggulan produk dan keunggulan praktik.


1.     Menciptakan keunggulan
Cara untuk menggali sarana untuk menciptakan keunggulan adalah dengan mengajukan tiga pertnyaan, yaitu:  (1) dengan cara bagaimana kita ingin berbeda?, (2) dalam bidang spesifik apa kita ingin menjadi pertama?, (3) dalam bisnis apa kita ingin menjadi terbaik? Pendekatan yang dilakukan dalam menciptakan keunggulan, yaitu:
a.  Menjadi berbeda
b.  Menjadi yang pertama
c.    Menjadi terbaik

2.   Jalan menuju ke depan
Pada jalan menuju keunggulan dimulai dengan menetapkan tujuan spesifik keunggulan produk yang pertama atau berbeda. Lebih spesifik lagi dapat dimulai dengan menjawab beberapa pertanyaan, yaitu sebagai berikut.
a.       Dengan cara apa kita ingin organisasi berbeda dalam perspektif konsumen dan pada saat yang sama terlihat mengusahakan nilai tertinggi?
b.       Produk atau jasa apa yang menjadi pertama?
c.         Bisnis apa yang ingin dikenal menjadi yang terbaik?
Setelah menetapkan tujuan spesifik, kemudian mendefinisikan strategi spesifik yang harus dilakukan, untuk dapat menjadi pertama, menjadi terbaik atau menjadi berbeda.

PERUBAHAN BUDAYA ORGANISASI
A.   Transformasi Nilai Budaya Organisasi
1.     Pengertian dan tujuan budaya organisasi
Budaya organisasi adalah norma-norma perilaku, sosial dan moral yang mendasari setiap tindakan dalam organisasi dan dibentuk oleh kepercayaan, sikap, dan prioritas para anggotanya, merupakan norma yang terdiri dari keyakinan, sikap, core values, dan pola perilaku orang dalam organisasi. Keyakinan adalah semua asumsi dan persepsi tentang sesuatu, orang dan organisasi secara keseluruhan, dan diterima sebagai sesuatu yang benar. Core values adalah nilai-nilai dominan yang diterima di seluruh organisaasi, sedangkan pola perilaku adalah cara orang bertindak terhadap orang lainnya. Suatu organisasi dengan keyakinan atas potensi orangnya dan core values atas penghargaan, akan mempunyai pola perilaku yang baik dan yang diinginkan.
Tujuan keberadaan budaya suatu organisasi adalah melengkapi para anggotanya dengan rasa (identitas) organisasi dan menimbulkan komitmen terhadap nilai-nilai yang dianut organisasi. Budaya organisasi menjadi acuan bersama dalam melakukan interaksi dalam organisasi. Budaya organisasi adalah bagaimana orang merasakan tentang pekerjaan yang baik dan apa yang membuat orang bekerja bersama secara kompak dan harmoni. Budaya organisasi merupakan perekat bagi semua hal di dalam organisasi.
Budaya korporat terdiri atas dua lapisan. Lapisan pertama disebut visible artifacts, (identitas korporat), yaitu lapisan yang dapat dilihat secara kasat mata meliputi cara orang berprilaku, bericara, berdandan, serta simbol-simbol seperti logo perusahaan, lambang merek, slogan, ritual, figur-figur hero, bahasa dan cerita-cerita yang sering dibicarakan para anggota. Lapisan kedua yang lebih dalam disebut budaya yang tidak tampak secara kasatmata, yang terdiri atas nilai-nilai pokok, filosofi, asumsi, kepercayaan, sejarah korporat, dan proses berpikir dalam organisasi.

2.   Fungsi dan dinamika budaya organisasi
Menurut Robbin S (2003) budaya organisasi mempunyai empat fungsi organisasi, yaitu: (a) budaya mempunyai suatu peran pembeda dengan organisasi atau perusahaan lain, (b) membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi, (c) mempermudah timbulnya pertumbuhan komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan individual, dan (d) kemampuan pada sistem sosial.
Dalam hubungannya dengan aspek sosial, kebudayaan berfungsi sebagai perekat sosial yang membantu mempersatukan suatu organisasi dengan memberikan standar-standar yang tepat terhadap apa yang harus dikatakan dan dilakukan para karyawan. Akhirnya, budaya berfungsi sebagai mekanisme yang membuat makna dan kendala yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan (Gordon, 1988 dalam Kasali, 2006).

3.    Nilai-nilai laten bawaan
Selama masa transisi, sangat mungkin budaya suatu institusi terkontaminasi oleh nilai-nilai yang datang, baik secara alamiah sebagai akibat dari proses transformasi itu sendiri, maupun datang secara liar. Deal & Kennedy (1998) mencatat, setidaknya ada tujuh budaya negatif yang mengkontaminasi organisasi pada masa transisi, yaitu: budaya ketakutan, budaya menyangkal, budaya kepentingan pribadi, budaya mencela, budaya tidak percaya, budaya anomi, dan budaya mengedepankan kelompok. Ketujuh budaya negatif tersebut akan menghapuskan atau mengurangi karakter positif para pengikut institusi, seperti nilai-nilai komitmen, kebersamaan, dan loyalitas.
Tips untuk menghapus atau mengurangi ketakutan dalam melakukan transformasi nilai-nilai, adalah sebagai berikut.
a.     Berikan transformasi melalui keterlibatan mereka dalam merumuskan informasi, bukan dengan mengkomunikasikan perubahan satu arah.
b.     Bairkan para anggota mengkonfrontasi isu secara terbuka dan menumbuhkan suasana saling percaya.
c.      Ciptakan suasana terbuka dan komunikasikan dengan jelas setiap langkah yang diambil.
d.     Berikan kompensasi yang adil pada pihak-pihak yang kalah.
e.     Ciptakan kemenangan jangka pendek dan berikan penghargaan.
f.       Berikan fasilitas mengatasi ketakutan yaitu dengan shop, akses, konseling, kelas relaksasi, dan lain-lainya.

4.   Karakteristik budaya organisasi
Menurut Charles Hampden-Tunner (1992, dalam Kasali,2006), pengertian tentang beberapa karakteristik budaya korporat, yaitu:
Ø dibentuk oleh keyakinan individu-individu korporat,
Ø mencerminkan aspirasi anggota-anggotanya,
Ø memiliki sosiodinamika,
Ø memiliki konsekuensi,
Ø sulit dipahami,
Ø membentuk identitas, memperkuat image, positioning, dan pencapaian tujuan,
Ø menuntut keseimbangan nilai-nilai,
Ø belajar dan pola berpikir serta berproses,
Ø membentuk hubungan sinergi, dan
Ø terdiri atas subkultur.
Menurut Robbin S (2003), ada tujuh karakteristik budaya organisasi, yaitu:
Ø inovasi dan keberanian mengambil resiko,
Ø mempunyai perhatian secara detil,
Ø berorientasi kepada hasil,
Ø berorientasi kepada manusia,
Ø berorientasi tim,
Ø agresif, dan
Ø stabil.

5.   Manfaat budaya organisasi
Terdapat beberapa manfaat budaya organisasi, yaitu membantu mengarahkan SDM pada pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi. selain itu, akan meningkatkan kekompakkan tim antar berbagai departemen, divisi atau unit dalam organisasi, sehingga mampu menjadi perekat yang mengikat orang dalam organisasi.
Budaya organisasi membentuk perilaku staf dengan mendorong untuk mengkombinasikan core values dan perilaku yang diinginkan, sehingga memungkinkan organisasi bekerja dengan lebih efisien dan efektif, meningkatkan konsistensi, menyelesaikan konflik dan memfasilitasi kordinasi dan kontrol. Budaya organisasi akan meningkatkan motivasi staf dengan memberi mereka perasaan memiliki, loyalitas, kepercayaan dan nilai-nilai, serta mendorong mereka berfikir positif, sehingga dapat memaksimalkan potensi mereka dan memenangkan kompetisi. Budaya organisasi dapat memperbaiki perilaku dan motivasi SDM agar dapat meningkatkan kinerja mereka dan kinerja organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

B.    Menyatukan Nilai Subkultural
Pada masa transisi, manusia pada suatu institusi mengalami tekanan, rasa takut, cemas, dan tidak percaya, sehingga dapat merenggangkan ikatan suatu institusi. akibat yang menonjol adalah nilai perlawanan dan ikatan yang kuat pada subkultur, bukan pada keseluruhan institusi.
1.     Perubahan tidak berbentuk linear
Dalam suatu proses transformasi nilai, kita tidak hanya akan berhadapan satu atau dua orang/kelompok melainkan puluhan kelompok. Beberpa kelompok mendukung, tapi lainnya menolak bahkan enggan menerima. akan banyak konsekuensi tak terduga yang akan terbaca selama proses berlangsung.

2.   Merajut nilai subkultural menjadi budaya korporat
Output dari pemotretan subkultur adalah sebuah dokumen yang kaya dengan informasi dan cerita yang mengandung nilai-nilai dari setiap subkultural. Semua itu dapat digali dari berbagai sisi, yaitu dari riset, observasi, dialog, penggalian sejarah, dali sebagainya. Masalahnya sekarang adalah bagaimana menyatukan nilai-nilai yang masih dominan dalam setiap subkultur.

C.    Memperkuat Budaya Baru
Mengubah budaya korporat pada dasarnya mengubah kebiasaan yaitu bagaimana pekerjaan diselesaikan dalam suatu institusi, dan bila berhasil akan memperoleh komitmen baru, empowerment SDM, dan ikatan yang lebih kuat antara institusi dengan pelanggannya.

1.     Budaya disiplin
Untuk menjadi perusahaan hebat bukan hanya dibutuhkan budaya korporat melainkan juga budaya disiplin. ada tiga pilar utama yang membentuk budaya disiplin, yaitu:
a.     discipline people, yaitu manusia yang diseleksi dan ditempatkan dengan baik,
b.     discipline action, yaitu strategi yang diimplementasikan dengan benar, dan
c.      discipline thought, yaitumengikat kerja bukan hanya dengan disiplin melainkan juga budaya disiplin.

2.   Budaya berprestasi
Budaya berprestasi mendorong semua orang dalam organisasi berprestasi dan menghargai kinerja seseorang. Pemimpin harus menjelaskan dan mengkomunikasikan visi dan tujuan organisasi yang harus dicapai. Budaya berprestasi lebih berorientasi pada pekerjaan yang dilakukan, bukan peran.
Individu didorong dan dimotivasi oleh antusiasme akan pekerjaan, dinilai dan dihargai atas prestasinya. Kolaborasi terjadi dan pekerja didorong untuk berpikir dengan menggunakan cara-cara baru dalam bekerja. Peraturan dan kebijakan selalu direview, sehingga konsultasi terjadi pada semua tingkat.

3.    Intervensi melalui OD
OD (Organization Development) adalah teknik dari perilaku untuk menciptakan lingkungan pembelajaran melalui upaya peningkatan kepercayaan, konfrontasi terbuka terhadap permasalahan, pelibatan dan pemberdayaan karyawan, berbagi pengetahuan dan informasi, desain pekerjaan yang lebih bermakna, kerja sama dan kolaborasi antar tim, serta pendayagunaan potensi manusia seluruhnya. Beberapa teknik yang dikembangkandalam OD, yaitu sebagai berikut.
a.     Intervensi kelompok
Intervensi Tim dilakukan di sela program tahunan untuk membuka mata dan mengajak para eksekutif untuk terlibat dalam perumusan rencana yang menyenangkan.
b.     Teambuilding
Teambuilding adalah sebuah kegiatan experiental yang didesain untuk menstimulasi daya rekat tim. Nilai dasar yang dipupuk dalam tim dan diterima dengan menyenangkan akan membantu percepatan proses pembentukan bilai-nilai baru.
c.      Aktivitas antardepartemen
Budaya korporat yang ditanamkan secara ketat tidak efektif. Mereka berdialog antardepartemen tenang masalah yang dihadapi dan bagaimana mengatasinya.

4.   Menghadapi pukulan balik budaya
Charles Hampden-Turner (1992) (dalam Kasali, 2006) memperkenalkan dua kenyataan yang dihadapi dalam mengubah budaya korporat, yaitu lingkaran setan (vicious circle) dan lingkaran balik (vituous circle) yang merupakan pukulan balik budaya.
a.   Lingkaran setan
Lingkaran setan merupakan arah gerakan/lingkaran perubahan nilai-nilai yang berakibat memukul balik ke tempat semula. misalnya, penerapan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) setelah reformasi 1998 ternyata hilang begitu  saja. Mengacu pada hasil studi Charles Handy (1987), ia menemukan empat jenis budaya korporat, yaitu masing-masing nama dewa-dewa Junani, seperti berikut ini.
Budaya Apolo adalah budaya yang dikontrol kuat oleh hierarki, sangat formal, dan tersentralisasi yang berwujud sangat birokratik dan mekanistik.
Budaya Zeus diibaratkan sebagai laba-laba yang membentuk jaring-jaring dengan ia sendiri berada di pusatnya, di mana budaya ini dibentuk oleh kekuasaan sentralisasi. Namun karena karakternya informal, ia membiarkan dirinya dikelilingi oleh kolega yang tidak tersusun dalam hierarki melainkan organik, misalnya perusahaan tua yang masih dikendalikan oleh pendirinya seperti jaring laba-laba.
Budaya Athena adalah budaya yang cenderung formal, tetapi desentralisasi. Mereka cenderung bekerja disiplin, tetapi berorientasi pada output (tugas) yang harus dikerjakan secara kelompok.
Budaya Dyonisius dibentuk oleh lingkungan kerja yang informal dan desentralisasi, yang menuntut kreativitas tinggi, kerja sama tim, dan biasanya terdiri dari kumpulan ahli yang cenderung otonom.

b.   Gelombang Lingkaran Balik
Dalam menghadapai lingkaran balik, diperlukan rekonsiliasi dan berdamai dengan berbagai pihak terutama pada kelompok penentang. Organisasi harus membangun nilai-nilai baru dengan cara-cara baru, yaitu melalui jalan lingkaran balik. Cara ini disebut sebagai sistem mandiri (self-balancing dan self-connecting),  karena nilai-nilai dan pandangan yang saling bertentangan (formal-informal, sentralisasi-desentralisasi) tetap diberi ruang untuk saling mengisi dan mengoreksi. Bila proses ini bisa berjalan dengan baik, maka suatu ketika akan dihadapi situasi yang paradoksial, yaitu tingkat aktivitas informal meningkat, tetapi aturan-aturan dan koordinasi antara unit-unit yang otonom itu cenderung makin terformalisasi.

5.   Implementasi transformasi nilai-nilai
Transformasi nilai budaya adalah bentuk perubahan yang sangat sulit, sangat mendasaar, butuh banyak waktu, tetapi merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan perubahan. Oleh karena itu, proses perubahan budaya akan membawa hasil, bila ada hal-hal sebagai berikut.
a.     Kepemimpinan yang kuat.
b.     Mendapat dukungan dari bawahan.
c.      Komunikasi yang jelas.
d.     Komitmen para pemimpin/manajer